Rabu, 05 November 2008

Kenapa bagi hasil rendah?

*Jakarta, PKES Interactive 13.05 WIB*, Sistem bagi hasil atau bagi
keuntungan di perbankan syariah merupakan sistem ekonomi yang membedakan
dengan sistem ekonomi lainnya Dengan sistem bagi hasil dana nasabah yang
diinvestasikan di lembaga keuangan syariah, dikelola dalam pembiayaan sektor
riil. Lantas nilai keuntungan dari hasil investasi pembiayaan tersebut
dilakukan bagi hasil berdasarkan nisbah akad (perjanjian) kedua belah pihak.


Adilnya sistem tersebut dengan memberikan transparasi bagi hasil khususnya
di perbankan syariah Indonesia, teryata tidak memberikan menariknya
segmentasi pasar. Pangsa pasar rasional, belum tertarik untuk melakukan
investasi di bisnis syariah. Share market 1,3% di perbankan syariah lebih
didominasi oleh segmentasi pasar emosional yang lebih cenderung memandang
bank syariah sebagai bank yang tidak ribawi.

Ditengah rendahnya segmentasi pasar syariah tersebut, teryata ada keganjilan
tersendiri, kenapa bisnis yang berjalan 10 tahun lebih itu hingga kini belum
beranjak naik pesat. Menurut Ascarya, seorang peneliti perbankan syariah
dari Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank Indonesia (BI)
mengatakan, rendahnya segmentasi pasar bank syariah Indonesia disebabkan
rendahnya pembiayaan bagi hasil.

Dalam analisanya menggunakan sistem ANP *(Analytic Network Process)* yaitu
penggabungan dua bagian antara hierarki kontrol dan jaringan pengaruh.
Ascarya memaparkanm bahwa teryata selama ini ada 10 masalah yang mengerucut
mengapa sistem bagi hasil bank syariah masih rendah. "Lima masalah tersebut
ada pada internal bank syariah, dua masalah di sisi nasabah, dua masalah di
sisi regulasi dan satu masalah di dari sisi pemerintah atau institusi
lain,"katanya saat memberikan mata kuliah metodologi penelitian pada *Post
Graduate Islamuc Economic and Finance *Universitas Trisakti - Jakarta.

Disisi internal bank syariah, lanjut Ascarya, selama ini pemahaman terhadap
esensi bank syariah masih kurang. Kemudian orientasi bisnis di bank syariah
selama ini terasa masih kental. Ditambah lagi dengan kualitas dan kuantitas
Sumber Daya Insani (SDI) bank syariah belum memadai. "Kelemahan itu akhirnya
menjadikan pelaku perbankan syariah selama ini bersikap *averse to effort *dan
*averse to risk*,"ungkapnya.

Sikap *averse to risk *pada perbankan syariah itulah yang menurut Ascarya
menjadikan para nasabah berbuat sama pada bank syariah, apalagi rendahnya
pemahamannya tentang bank syariah masyarakat, membuat sikap averse to risk
dari nasabah semakin tinggi.

Realitas permasalahan tersebut baik internal perbankan syariah dan nasabah
tidak bisa dipungkiri, apalagi masalah regulasi dan sikap pemerintah salah
satu kendala, rendahnya sistem bagi hasil bank syariah. Pada masalah
regulasi, dalam penelitan tersebut diungkapkan, bahwa selama ini belum ada
regulasi yang kurang inisiatif dalam mendorong pembiayaan bagi hasil serta
kurangnya kebijakan pendukung. "Dari hasil regulasi yang menandakan bahwa
selama ini pemerintah belum memiliki komitmen secara menyeluruh,"kata
peneliti BI.

Maka dari itu, tambah Ascarya, diperlukan solusi alternatif diantaranya,
diperlukan peningkatan pemahaman dan kualitas Sumber Daya Insani, pengembang
produk yang menarik dan simpel, sosialisasi perbankan syariah dan produk dan
revisi semua regulasi yang kurang mendukung dengan memberlakukan sistem
insentif dalam bentuk regulasi yang tegas.

"Sehingga dari semuanya itu, kita akan menata kembali fungsi, struktur, dan
hubungan DSN (Dewan Syariah Nasional), DPS (Dewan Pengawas Syariah), BI dan
lembaga konsultan, agar tercipta suasana yang harmonis,"tandasnya. *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar