Rabu, 05 November 2008

Akuntansi Syariah antara teori n praktik

Akuntansi Syariah: Dari Konsep ke Aplikasi

Zulhanief Matsani (Ketua Divisi Kajian Ekonomi Islam FSI)





“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah (melakukan transaksi bisnis) tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis (akuntan) di antara kamu, menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya…” (QS[2]:282)



Ayat tersebut adalah ayat terpanjang dalam Al-Quran yang bercerita tentang konsep akuntansi. Secara langsung, hal tersebut membuktikan bahwa Al-Qur’an sebagai pedoman manusia sangat concern terhadap hubungan horizontal antarsesama manusia. Hal tersebut juga membuktikan bahwa Islam –sebagai agama yang diajarkan dalam Al-Qur’an– adalah agama yang lengkap (syamil) dan mampu mencakup seluruh aktivitas hidup manusia, bahkan di bidang ekonomi sekalipun. Islam bukan agama parsial, yang hanya digunakan ketika berada di dalam masjid, tetapi juga mampu membahas realitas kekinian yang harus dihadapi manusia untuk menghadapi problematika kompleks kehidupannya.

Dalam tataran yang lebih nyata, tradisi dan sejarah Islam terhadap interpretasi ayat tersebut telah mampu menciptakan budaya akuntansi baik pada tingkat Negara (kelembagaan) maupun tingkat individu. Pada konteks Negara, prosedur pencatatan akuntansi, telah dimulai sejak khalifah Umar bin Khattab (periode 636-645 M). Pada masa ini, Baitul Mal (lembaga pengelola harta Negara dan umat) memerlukan pencatatan formal atas dana-dana yang diperoleh lembaga tersebut dari berbagai sumber. Kemudian, sistem tersebut mengalami perkembangan pada periode berikutnya seiring dengan perkembangan peradaban manusia, dengan adanya buku Akuntansi pada masa Abasiyah (750-847 M) seperti: Jurnal Pengeluaran (Jaridah Annafakat/Expenditure Journal), Jurnal Dana (Jaridah Al-Maal/Funds Journal), Jurnal Dana Sitaan (Jaridah Al-Musaridin/Confiscated Funds Journal), dan laporan akuntansi yang dikenal dengan nama Al-Khitmah (Triyuwono 2006, 20).

Pada konteks sebagai manusia Muslim, individu memiliki kewajiban untuk memperhitungkan jumlah harta yang dimilikinya. Perhitungan ini, baik yang melalui pembukuan atau sekedar pencatatan, akan digunakan untuk menentukan kewajiban zakat yang harus dibayarkan oleh masing-masing individu.



Konsep Akuntansi Syariah

“Metodologi pengetahuan Islam seharusnya tidak dipandang sebagai penolakan terhadap warisan pengetahuan Barat, tetapi lebih dipandang sebagai sebuah metodologi yang lebih luas dan komprehensif yang di dalamnya” (Bashir, 1986b)

Istilah Akuntansi Syariah sendiri sebenarnya baru diwacanakan pada tahun 1995, berawal dari sebuah disertasi di University of Wollongong, Australia yang berjudul “Shari’ate Organization and Accounting: The Reflection of Self’s Faith and Knowledge“. Istilah ini kemudian berkembang membentuk cara pandang baru tentang akuntansi. Syariah, yang melekat pada kata akuntansi -dalam tataran normatif- akan mencelupkan nilai tentang bagaimana seharusnya peran akuntansi sebagai sebuah alat untuk mewujudkan tujuah syariah sendiri. Tujuan tersebut tidak lain adalah untuk menjaga lima hal yang substantif dalam kehidupan manusia (maqashid syariah): agama (faith), akal (intellect), jiwa (life), keturunan (lineage), dan harta (property).

Untuk dapat berkembang dengan baik, -sebagai sebuah alat- akuntansi syariah sudah seharusnya mendiferensiasikan diri dari akuntansi yang ada sekarang. Diferensiasi ini tentu tidak hanya sebatas pada masalah aplikasi-teknis semata. Dari nilai-nilai yang dibawa, akuntansi syariah sudah sewajarnya harus memberikan landasan yang berbeda. Jika akuntansi konvensional bergerak dari sebuah konsep tentang materialisme, maka akuntansi syariah bergerak dari landasan ideologis Islam yang merupakan proses integrasi Islamisasi pengetahuan.

Selanjutnya, karena proses pergerakan akuntansi syariah bergerak dari ideologi Islam, maka tujuan akuntansi syariah juga diformulasikan tidak hanya bersifat material, tetapi juga spiritual. Misalnya, tujuan dasar laporan keuangan syariah yang bersifat material-spiritual. Material, karena pelaporan itu adalah untuk pemberian informasi, seperti yang dilakukan dalam akuntansi konvensional dan spiritual, karena pelaporan tersebut juga memperhitungkan aspek akuntabilitas yang sarat dengan nilai-nilai etika syariah dan dapat menghantarkan manusia pada kesadaran akan Tuhan (God-consciousness).



Pengembangan Aplikasi Akuntansi Syariah

Pada tiga dekade terakhir, konsep akuntansi syariah terus berkembang. Hal ini paling tidak disebabkan oleh tiga hal. Pertama, perkembangan pemikiran ahli ekonomi syariah kontemporer yang mampu menganalisa lebih dalam tentang konsep ekonomi syariah secara luas. Maka muncullah nama-nama seperti Umar Chapra, Timur Khan, Mannan, dll yang mendefinisikan kembali ekonomi syariah sebagai bagian dari ilmu pengetahuan modern, termasuk tentang pemikiran akuntansi syariah di dalamnya.

Kedua, perkembangan tersebut juga didorong oleh bermunculannya lembaga-lembaga keuangan syariah di dunia. Mulai dari Amerika Serikat (Abrar Investment, Inc dan Albaraka Bank Corp, Inc), Inggris (Gulf International Bank, London dan Islamic Finance House Public) sampai ke Timur Tengah (Kuwait Finance House). Kemunculan lembaga ini, secara langsung mampu mendorong permintaan terhadap standar pelaporan keuangan yang sesuai dengan syariah. Maka, pusat-pusat studi ekonomi Islam di kampus atau institut yang tersebar di seluruh dunia menyediakannya untuk mendukung proses bisnis tersebut tetap berjalan sesuai syariah. Output dari studi yang mereka hasilkan itulah yang menjadi faktor ketiga yang mendorong pengembangan konsep akuntansi syariah.

Dengan tiga faktor pendorong tersebut, maka kemudian banyak muncul buku, karya tulis maupun regulasi yang mengatur tentang aplikasi-praktis ekonomi syariah. Di Indonesia sendiri, beberapa buku dan karya tulis akuntansi syariah sudah banyak dihasilkan oleh akademisi dan praktisi. Dalam tataran produk regulasi, terdapat PSAK No.59 yang dikeluarkan IAI untuk menetapkan standar khusus mengenai akuntansi perbankan syariah.

Permasalahannya sekarang, tinggal pada proses penerimaan dan akselerasi. Penerimaan akan akuntansi syariah pada kalangan akademisi, terutama mahasiswa misalnya, berarti keinginan untuk mengetahui lebih banyak tentang akuntansi syariah sebagai bentuk dari scientific coriousity-nya. Paduannya, tinggal mengkombinasikan dengan proses akselerasi melalui kajian dan diskusi intens serta output tulisan ilmiah. Maka, proses mengalirnya akuntansi syariah dari konsep ke aplikasi –terutama di level lingkungan kita– akan lebih mudah dijalani. Semoga.

Tulisan ini dimuat di Buletin Berdzikir Desember 2007.. be a better sharia(eco)nomists!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar