Sabtu, 15 November 2008

Perjalanan

Saudariku tampak pucat dan kurus. Namun sebagaimana kebiasaannya, ia tetap membaca Al-Qur' an...

Jika Engkau mencarinya, pasti akan mendapatinya di tempat shalatnya, sedang rukuk, sujud dan mengangkat kedua tangannya ke atas langit... Demikianlah setiap pagi dan petang, juga di tengah malam buta, tak pernah berhenti dan tak pernah merasa bosan.

Sementara aku amat gemar membaca majalah-majalah seni dan buku-buku yang berisi cerita-cerita. Saya juga biasa menonton video, sampai aku dikenal sebagai orang yang keranjingan nonton.

Orang yang banyak melakukan satu hal, pasti akan ditandai dengan perbuatan itu. Aku tidak menjalankan kewajibanku dengan sempurna. Aku juga bukan orang yang melakukan shalat dengan rutin.

Setelah aku mematikan Video Player, setelah selama tiga jam aku menonton berbagai macam film berturut-turut, terdengarlah adzan dari masjid sebelah.

Akupun kembali ke pembaringanku. Wanita itu memanggilku dari arah mushallanya. "Apa yang engkau inginkan wahai Nurah?" Tanyaku. Dengan suara tajam saudariku itu berkata kepadaku: "Janganlah engkau tidur sebelum engkau menunaikan shalat Shubuh!" "Ah, masih tersisa satu jam lagi, yang engkau dengar tadi itu baru adzan pertama ... "

Dengan suaranya yang penuh kasih -demikianlah sikapnya selalu sebelum terserang penyakit parah dan jatuh terbaring di atas kasurnya- saudariku itu kembali memanggil: "Mari sini Hanna, duduklah di sisiku." Sungguh aku sama sekali tidak dapat menolak permintaannya, yang menunjukkan karakter asli dan kejujurannya ... Tidak diragukan lagi, dengan pasrah, kupenuhi panggilannya.

"Apa yang engkau inginkan?" Tanyaku. "Duduklah." Ujarnya, Akupun duduk. "Apa gerangan yang akan engkau utarakan?" Dengan suara renyah dan merdu, ia berkata:
"Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an surah: Ali Imran ayat 85, (yang artinya):
"Masing-masing jiwa akan mati. Sesungguhnya kalian hanya akan dipenuhi ganjaran kalian di hari Kiamat nanti ... "
Dia diam sesaat. Kemudian ia bertanya kepadaku: "Apakah engkau percaya pada kematian?" "Tentu saja aku percaya." Jawabku. "Apakah engkau percaya bahwa engkau akan dihisab terhadap perbuatan dosa besar maupun kecil...?" "Benar. Tetapi Allah itu Maha Pengampun, dan umur itu juga panjang.." Jawabku.
"Hai saudariku! Tidakkah engkau takut akan mati mendadak? Lihatlah si Hindun yang lebih kecil darimu. la tewas dalam kecelakaan mobil. Juga si Fulanah dan si Fulanah." Ujarnya. "Kematian tidak mengenal umur, dan tidak dapat diukur dengan umur.." Ujarnya lagi.

Dengan suara ngeri aku menjawab ucapannya di tengah ruang mushallanya yang gelap: "Sesungguhnya aku takut dengan kegelapan, sekarang engkau malah menakut-nakutiku dengan kematian, bagaimana sekarang aku bisa tidur? Aku kira sebelumnya, engkau bersedia untuk bepergian bersamaku dalam liburan ini."
Tiba-tiba suaranya terisak dan hatikupun terenyuh: "Kemungkinan, pada tahun ini aku akan bepergian jauh, ke negeri lain... Kemungkinan wahai Hanna... Umur itu di tangan Allah... Dan meledaklah tangisnya.

Aku merenung ketika ia terserang penyakit ganas. Para dokter secara berbisik memberitahukan kepada ayahku bahwa penyakitnya itu tidak akan membuatnya bertahan hidup lama. Tetapi siapa gerangan yang memberitahukan hal itu kepadanya? Atau ia memang sudah menanti-nantikan kejadian ini?
"Apa yang sedang engkau fikirkan?" Terdengar suaranya, kali ini begitu keras. "Apakah engkau meyakini bahwa aku menyatakan hal itu karena aku sedang sakit? Tidak sama sekali. Bahkan mungkin umurku bisa lebih panjang dari orang-orang yang sehat. Dan engkau sampai kapan masih bisa hidup? Mungkin dua puluh tahun lagi. Mungkin juga empat puluh tahun lagi. Kemudian apa yang terjadi?" Tangannya tampak bersinar di tengah kegelapan, dan dihentakkan dengan keras.

Tak ada perbedaan antara kita semua. Masing-masing kita pasti akan pergi meninggalkan dunia ini; menuju Surga atau Neraka... Tidakkah engkau menyimak firman Allah dalam Al-Qur’an Surah: Ali Imran ayat: 185, yang artinya:
"Barangsiapa dijauhkan dari Neraka dan dimasukkan ke dalam Surga maka sungguh ia lelah beruntung?"
Semoga Pagi ini engkau baik-baik saja ...
Dengan bergegas aku berjalan meninggalkannya, sementara suaranya mengetuk telingaku: "Semoga Allah memberi petunjuk kepadamu. Jangan lupa shalat."
Jam delapan pagi, aku mendengar ketukan pintu. Ini bukan waktu kebiasaanku untuk bangun. Terdengar suara tangis dan hiruk pikuk... Apa yang terjadi?
Kondisi Nurah semakin parah. Ayahku segera membawanya ke rumah sakit. Inna Lillahi wa Inna Ilaihi raaji'un.
Tidak ada tamasya pada tahun ini. Sudah ditakdirkan aku untuk tinggal di rumah saja tahun ini. Pada jam satu waktu Zhuhur, ayahku menelepon dari rumah sakit: "Kalian bisa menjenguknya sekarang, ayo lekas!"
Ibuku memberitahukan, bahwa ucapan ayahku terdengar gelisah dan suaranya juga terdengar berubah ... Jubah panjangku kini sudah berada di tanganku ..

Mana sopirnya? Kamipun naik mobil dengan tergesa-gesa. Mana jalan yang biasa kulalui bersama sopirku untuk bertamasya yang biasanya terasa pendek? Kenapa sekarang terasa jauh sekali... , jauuuh sekali?! Mana lagi keramaian yang menyenangkan diriku agar aku bisa menengok ke kiri dan ke kanan? Kenapa sekarang terasa menyebalkan dan menyusahkan?

Ibuku berada di sampingku sedang mendoakan saudariku tersebut. Ia adalah wanita yang shalihah dan taat. Aku tidak pernah melihatnya menyia-nyiakan waktu sedikitpun...

Kami masuk melewati pintu luar rumah sakit... Terdengar suara orang sakit mengaduh. Ada lagi orang yang tertimpa musibah kecelakaan mobil. Ada pula orang yang kedua matanya bolong... Tak diketahui lagi, apakah ia masih penjuduk dunia, atau penduduk akhirat? Sungguh pemandangan yang mengherankan yang belum pernah kusaksikan sebelumnya...

Kami menaiki tangga dengan cepat... Ternyata dia berada di dalam kamar gawat darurat. Saya akan mengantar kalian kepadanya... Perawat meneruskan perkataannya bahwa ia seorang putri yang baik sekali, dan dia menenangkan Ibuku: "Sesungguhnya dia dalam keadaan baik setelah tadi mengalami pingsan... ".

"Dilarang masuk lebih dari satu orang", demikian tertulis. "Ini kamar gawat darurat."
Melalui sela-sela beberapa orang dokter dan melalui celah•celah jendela kecil yang terdapat di kamar tersebut, aku melihat dengan kedua mata kepalaku sendiri saudariku Nurah sedang memandang ke arahku, sementara ibu berdiri di sampingnya... Setelah dua menit kemudian, ibuku keluar tanpa bisa menahan air matanya..

Mereka mengizinkanku masuk dan memberi salam kepadanya, dengan syarat, tidak boleh banyak berbicara kepadanya. "Dua menit, sudah cukup untuk saudari."

"Bagaimana kabarmu wahai Nurah?" tanyaku. Kemarin sore engkau baik-baik saja, apa yang terjadi pada dirimu?! Dia menjawabku setelah terlebih dahulu menekan tanganku. "Alhamdulilllah, aku sekarang baik-baik saja... " Ujarnya lagi. "Alhamdulillah... tetapi tanganmu dingin?" Tanyaku..

Aku duduk di sisi pembaringannya sambil mengelus-elus betisnya. Namun ia menyingkirkan betisnya dariku... "Maaf, kalau aku mengganggumu... Oh tidak, aku hanya sedang memikirkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Al-Qur’an, surah: Al-Qiyaamah: 29-30, yang artinya:
"Dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan), kepada Rabbmulah pada hari itu kamu dihalau.."

Hendaknya engkau mendoakanku wahai saudariku Hanna, bisa jadi sebentar lagi aku akan menghadapi permulaan alam Akhirat... Perjalananku akan panjang, sementara bekalku amat sedikit...

Air mataku kontan berderai dari kedua belah mataku begitu aku mendengar ucapannya. Aku menangis, tidak lagi sadar di mana aku berada. Kedua mataku terus mengalirkan air mata karena tangisan, sehingga ayahku justru lebih mengkhawatirkan kondisiku daripada Nurah sendiri. Mereka sama sekali tidak terbiasa mendengar tangisan ini dan mengurung diri di kamarku..

Seiring tenggelamnya matahari, di hari yang penuh kedukaan... Muncullah keheningan panjang di rumah kami... Tiba-tiba masuklah saudari sepupu dari pihak ibuku dan saudari sepupu dari pihak ayahku.

Kejadian-kejadian yang sangat cepat... Orang-orang banyak berdatangan. Suara-suara ributpun terdengar bersahutan. Hanya satu yang aku ketahui: Nurah telah meninggal dunia.
Aku tidak dapat lagi membedakan siapa yang datang. Aku juga tidak mengetahui lagi apa yang mereka ucapkan....

Ya Allah. Di mana aku, dan apa yang sedang terjadi? Menangis pun, aku sudah tidak sanggup lagi.
Setelah itu mereka memberitahuku bahwa ayahku menarik tanganku untuk mengucapkan selamat tinggal kepada saudariku, untuk terakhir kalinya. Aku juga sempat menciumnya. Aku hanya ingat satu hal: ketika aku melihatnya ditutupkan, di atas pembaringan maut. Aku ingat akan kata-katanya (yang artinya): "Ketika betis-betis bertautan," akupun mengerti, bahwa: "semuanya tergiring menuju Rabbmu.."

Aku tidak ingat lagi bahwa aku pernah mengunjungi mushallanya, kecuali pada malam itu saja... Yakni ketika aku teringat, siapa yang menjadi pasanganku di rahim ibuku. Karena kami adalah dua anak kembar. Aku ingat, siapa yang selalu menemaniku dalam kedukaan. Aku ingat, siapa yang selalu menghilangkan kegundahanku. Siapa pula yang mendoakan diriku untuk mendapatkan petunjuk? Siapa pula yang berlinang air matanya sepanjang malam, ketika ia mengajakku berbicara tentang kematian, dan tentang hari hisab. Allah-lah yang menjadi tempat memohon pertolongan.

Inilah hari pertamanya di alam kubur. Ya Allah, berikanlah rahmat kepadanya di dalam kuburnya. Ya Allah berilah dia cahaya di dalam kuburnya.

Ini dia mushaf Al-Qur'annya, dan ini sajadahnya. Ini, ini dan ini lagi. Bahkan ini, ini adalah rok merahnya yang pernah dia nyatakan: akan kusimpan, untuk hari pernikahanku nanti!!
Aku juga ingat, dan akupun menangisi hari-hari yang telah berlalu itu. Aku terus saja menangis dan menangis berkepanjangan. Aku berdoa kepada Allah, agar memberi rahmatNya kepadaku, memberi taubat dan mengampuni diriku. Aku juga berdoa semoga saudariku itu mendapatkan keteguhan dalam kuburnya, sebagaimana juga yang sering menjadi doanya.

Secara tiba-tiba, aku bertanya kepada diriku sendiri: Bagaimana bila yang meninggal dunia adalah diriku? Kemana kira-kira tempat kembaliku? Aku tidak mampu mencari jawaban karena besarnya rasa takut yang mencekam diriku. Meledaklah tangisku dengan keras...

Allahu Akbar, Allahu Akbar. Adzan Shubuh pun berkumandang. Namun betapa merdunya terdengar kali ini.
Aku merasakan ketenangan dan ketentraman. Akupun mengulangi apa yang diucapkan oleh sang muadzin. Aku melipat selimutku dan berdiri tegak untuk melaksanakan shalat Shubuh. Aku shalat, bagaikan orang yang melakukannya untuk terakhir kali, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh saudariku dahulu. Dan ternyata, itu memang shalatnya yang terakhir.

Bila datang waktu sore, aku tidak lagi menunggu waktu pagi. Dan bila datang waktu pagi, aku tidak lagi menunggu waktu sore...

Syuraih

iriwayatkan bahwa Syuraih al-Qadhi bertemu dengan asy­-Sya'bi pada suatu hari, lalu asy-Sya'bi bertanya kepadanya tentang keadaannya di rumahnya. Ia menjawab:

"Selama 20 tahun aku tidak melihat sesuatu yang membuatku marah terhadap isteriku."
Asy-­Sya'bi bertanya, "Bagaimana itu terjadi?" Syuraih menjawab, "Sejak malam pertama aku bersua dengan isteriku, aku melihat padanya kecantikan yang menggoda dan kecantikan yang langka.

Aku ber­kata pada diriku: ‘Aku akan bersuci dan shalat dua rakaat sebagai tanda syukur kepada Allah. Ketika aku salam, aku mendapati isteri­ku ada di belakangku ikut menunaikan shalat dengan shalatku dan salam dengan salamku.

Maka ketika rumahku telah sepi dari para Sahabat dan rekan-rekan, aku berdiri menuju kepadanya. Aku ulurkan tanganku keubun-ubunnya, maka dia berkata, 'Perlahan, wahai Abu Umayyah, seperti keadaan­mu semula.'

Kemudian isteriku berkata,

"Segala puji bagi Allah. Aku memuji-Nya dan memohon pertolongan kepada-Nya. Semoga shalawat dan salam atas Muhammad dan keluarganya. Sesung­guhnya aku adalah wanita asing yang tidak mengetahui akhlakmu, maka jelaskanlah kepadaku apa yang engkau sukai sehingga aku akan melakukannya dan apa yang tidak engkau sukai sehingga aku meninggalkannya."


Dia lalu mengatakan, 'Bisa jadi dahulu ada perempuan yang ingin menikah denganmu dan begitu juga aku, ada laki-laki yang ingin menikah denganku. Namun Allah telah menggariskan pertemuan ini. Engkau telah berkuasa penuh terhadap diriku, maka lakukanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu. Apabila ada kebaikan dalam pernikahan ini maka pertahankanlah hubungan ini dengan cara yang baik dan bila ada keburukan sehingga harus berpisah maka ceraikanlah dengan cara yang baik pula. Aku ucapkan sampai di sini saja, dan aku memohon ampun kepada Allah untukku dan untukmu.'

Syuraih berkata,

"Demi Allah wahai asy-Sya'bi, ia membuat­ku terpaksa berkhutbah di tempat tersebut.

Aku kata­kan, 'Segala puji bagi Allah. Aku memuji-Nya dan memohon pertolongan kepada-Nya. Semoga shalawat dan salam atas Nabi dan keluarganya.

Sesungguhnya engkau mengatakan suatu pembicaraan yang bila engkau teguh di atasnya, maka itu menjadi keberuntunganmu, dan jika engkau meninggalkannya, maka itu menjadi hujjah (keburukan) atasmu. Aku menyukai demikian dan demikian, dan tidak menyukai demikian dan demikian. Bila ada kebaikan mari kita laksanakan, bila ada keburukan mari kita singkirkan.’

Ia bertanya, 'Bagaimana pandanganmu dalam mengunjungi keluargaku?' Aku menjawab, 'Aku tidak ingin membuat bosan mertuaku.'

Ia bertanya, 'Siapa yang engkau sukai dari para tetangga­mu untuk masuk ke rumahmu sehingga aku akan mengizinkannya, dan siapa yang tidak engkau sukai sehingga aku tidak mengizin­kannya masuk?' Aku mengatakan, 'Bani fulan adalah kaum yang shalih, dan Bani fulan adalah kaum yang buruk.'"

Syuraih berkata, "Wahai Sya’bi pada malam itu kami menikmati malam pertama, hati berbunga-bunga penuh dengan bahagia dan senang. Aku hidup bersamanya selama setahun dan aku tidak melihat melainkan sesuatu yang aku sukai. Hingga di penghujung tahun ketika aku pulang dari majelis Qadha' (peradilan), tiba-tiba ada seorang wanita tua di dalam rumahku. Aku bertanya, 'Siapa dia?' Isteriku menjawab, 'Dia adalah ipar perempuanmu.' Aku senang bertemu dengannya.

Ketika saya duduk berhadapan dengan iparku, dia mengucapkan salam dan akupun menjawabnya. Saya bertanya, ‘Siapa anda?’ Ia menjawab, ‘Saya ipar perempuanmu.’ Saya berkata, ‘Semoga Allah mengakrabkanmu dengan kami?’

Lalu bertanya kepadaku, 'Bagaimana pendapat­mu tentang isterimu?' Aku menjawab, 'Dia adalah sebaik-baik isteri.' Ia berkata,

'Wahai Abu Umayyah, sungguh tidak ada kondisi yang paling buruk bagi wanita kecuali dalam dua keadaan, ketika melahirkan anak atau ketika mendapatkan perhatian yang lebih dari suaminya. Sehingga bila kamu meragukan isterimu maka hendaklah kamu ambil cambuk. Demi Allah, tidak ada perkara yang paling buruk bagi seorang laki-laki kecuali masuknya wanita yang manja ke dalam rumahnya. Oleh karena itu, hukumlah dengan hukuman yang engkau suka, dan didiklah dengan didikan yang engkau suka.'


Saya berkata, ‘Tenanglah wahai ibu, sungguh aku telah mendidik dan mengajari beberapa adab dengan baik dan aku melatihnya untuk hidup secara baik.’

Ia lalu berkata, ‘Apakah senang bila para kerabat isterimu berkunjung kerumahmu?’ Saya menjawab, ‘Silahkan berkunjung kapan saja.’

Syuraih berkata, ‘Kerabat isteriku datang setiap penghujung tahun dan memberi nasehat seperti itu. Aku tinggal ber­sama isteriku selama 20 tahun, dan aku tidak pernah menghukumnya mengenai sesuatu pun, kecuali sekali, dan aku merasa telah menzhaliminya.”

Demikianlah sebuah kisah yang terdapat di Ahkaamun Nisaa', lbnul Jauzi (hal. 134-135) dan Ahkaamul Qur-an, lbnul 'Arabi (I/417).

Masyitah

D
iriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Pada saat malam terjadinya Isra’ saya mencium bau harum, sayapun bertanya, “Ya Jibril, bau harum apakah ini?”


Jibril menjawab, “Ini adalah bau wangi wanita penyisir rambut putri Fir’aun (Masyithah) dan anak-anaknya.”
Saya bertanya, ”Bagaimana bisa demikian?”
Jibril bercerita, “Ketika dia menyisir rambut putri Fir’aun suatu hari, tiba-tiba sisirnya terjatuh. Dia mengambilnya dengan membaca ”Bismillah (dengan nama Allah).”
Putri Fir’aun berkata, “Hai, dengan nama bapakku?”
Masyithah berkata, “Bukan, Allah adalah Tuhanku dan Tuhanmu begitu juga Tuhan bapakmu.”

Putri Fir’aun bertanya, “Kalau begitu, kamu punya Tuhan selain ayahku?
Wanita tukang sisir itu menjawab, “Ya.”
Anak putri Fir'aun berkata, 'Akan aku laporkan pada ayahku.'
Wanita tukang sisir menjawab, 'Silahkan!'


Putri Fir’aun kemudian melaporkan kepada bapaknya, dan Fir’aunpun kemudian memanggil Masyithah.
Fir’aun bertanya, “Ya Masyithah, apakah kamu mempunyai tuhan selain aku?”
Masyithah menjawab, “Ya, Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah.”

Kemudian Fir'aun memerintahkan untuk mempersiapkan periuk besar dari tembaga untuk dipanaskan. Satu persatu anak wanita tukang sisir itu kemudian dilemparkan ke dalam periuk yang mendidih.

Beberapa saat kemudian, Masyithah berkata kepada Fir’aun, “Saya mempunyai satu permohonan.”
Fir’aun menjawab, “Katakanlah.”
Masyithah berkata, “Saya ingin engkau mengumpulkan tulang-tulangku dan tulang-tulang anakku dalam satu kain/kantong untuk kemudian dikuburkan.”
Fir’aun menjawab, “Akan aku penuhi permintaanmu.”

Lalu satu demi satu anaknya dilemparkan ke dalam periuk mendidih itu di depan matanya, sampai akhirnya tinggal seorang bayi yang masih menyusu. Pada saat itu wanita tukang sisir nampak ragu-ragu.

Si bayi diatas gendongan Masyithah, atas izin Allah tiba-tiba berbicara, “Terjunlah Ibu! Ayo terjunlah, adzab dunia lebih ringan daripada adzab Akhirat.” Mendengar anaknya berbicara si ibupun langsung terjun bersama bayinya.

Demikianlah sebuah kisah yang tercantum dalam Musnad Imam Ahmad, 4/291-295 dan juga tercantum dalam Majma’uz Zawa’id, 1/65. Anisul Jalabi II, Ali Al-Hazza’. Kisah dari seorang wanita bernama Mashithah yang menjadi penerang kegelapan istana Fir’aun. Dia mempertahankan kebenaran, meskipun berat dan pahit terasa. Lalu siapakah pembawa obor bagi kita di kegelapan abad dua puluh satu ini?

Ibroh (Pelajaran yang dapat dipetik):
1. Anjuran untuk tetap sabar dan teguh ketika muncul fitnah.
2. Balasan itu sesuai dengan jenis amal yang dikerjakan.
3. Bagi yang bersabar dalam memegang teguh agama dan tidak takut dicela orang niscaya memperoleh pahala dan ganjaran yang sangat besar, sebagaimana firman Allah dalam QS: Az-Zumar: 10,
" Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala tanpa batas."
4. Seorang muslim diperbolehkan mengajukan permintaan yang mengandung kebaikan sekalipun kepada thaghut, sebagaimana kisah ini. Wanita tukang sisir anak gadis Fir'aun meminta agar tulang tubuhnya dan anak-anaknya dikubur menjadi satu.
5. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa memberi jalan keluar untuk para waliNya dari musibah atau bencana yang menimpa.
6. Ketetapan karamah Allah yang diberikan bagi orang shalih dan shalihah.
7. Karamah termasuk dalam kategori peristiwa langka dan luar biasa.

Malik bin Dinar

Kehidupanku dimulai dengan kesia-siaan, mabuk-mabukan, maksiat, berbuat zhalim kepada manusia, memakan hak manusia, memakan riba, dan memukuli manusia. Kulakukan segala kezhaliman, tidak ada satu maksiat melainkan aku telah melakukannya. Sungguh sangat jahat hingga manusia tidak menghargaiku karena kebejatanku.

Malik bin Dinar Rohimahullah menuturkan: Pada suatu hari, aku merindukan pernikahan dan memiliki anak. Maka kemudian aku menikah dan dikaruniai seorang puteri yang kuberi nama Fathimah.

Aku sangat mencintai Fathimah. Setiap kali dia bertambah besar, bertambah pula keimanan di dalam hatiku dan semakin sedikit maksiat di dalam hatiku.

Pernah suatu ketika Fathimah melihatku memegang segelas khamr, maka diapun mendekat kepadaku dan menyingkirkan gelas tersebut hingga tumpah mengenai bajuku. Saat itu umurnya belum genap dua tahun. Seakan-akan Allah Subhanahu wa Ta'ala -lah yang membuatnya melakukan hal tersebut.


Setiap kali dia bertambah besar, semakin bertambah pula keimanan di dalam hatiku. Setiap kali aku mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala selangkah, maka setiap kali itu pula aku menjauhi maksiat sedikit demi sedikit. Hingga usia Fathimah genap tiga tahun, saat itulah Fathimah meninggal dunia.

Maka akupun berubah menjadi orang yang lebih buruk dari sebelumnya. Aku belum memiliki sikap sabar yang ada pada diri seorang mukmin yang dapat menguatkanku di atas cobaan musibah. Kembalilah aku menjadi lebih buruk dari sebelumnya. Setanpun mempermainkanku, hingga datang suatu hari, setan berkata kepadaku: “Sungguh hari ini engkau akan mabuk-mabukan dengan mabuk yang belum pernah engkau lakukan sebelumnya.” Maka aku bertekad untuk mabuk dan meminum khamr sepanjang malam. Aku minum, minum dan minum. Maka aku lihat diriku telah terlempar di alam mimpi.

Di alam mimpi tersebut aku melihat hari kiamat.

Matahari telah gelap, lautan telah berubah menjadi api, dan bumipun telah bergoncang. Manusia berkumpul pada hari kiamat. Manusia dalam keadaan berkelompok-kelompok. Sementara aku berada di antara manusia, mendengar seorang penyeru memanggil: Fulan ibn Fulan, kemari! Mari menghadap al-Jabbar. Aku melihat si Fulan tersebut berubah wajahnya menjadi sangat hitam karena sangat ketakutan.

Sampai aku mendengar seorang penyeru menyeru namaku: “Mari menghadap al-Jabbar!”

Kemudian hilanglah seluruh manusia dari sekitarku seakan-akan tidak ada seorangpun di padang Mahsyar. Kemudian aku melihat seekor ulat besar yang ganas lagi kuat merayap mengejar kearahku dengan membuka mulutnya. Akupun lari karena sangat ketakutan. Lalu aku mendapati seorang laki-laki tua yang lemah. Akupun berkata: “Hai, selamatkanlah aku dari ular ini!” Dia menjawab: “Wahai anakku aku lemah, aku tak mampu, akan tetapi larilah kearah ini mudah-mudahan engkau selamat!”

Akupun berlari kearah yang ditunjukkannya, sementara ular tersebut berada di belakangku. Tiba-tiba aku mendapati api ada dihadapanku. Akupun berkata: “Apakah aku melarikan diri dari seekor ular untuk menjatuhkan diri ke dalam api?” Akupun kembali berlari dengan cepat sementara ular tersebut semakin dekat. Aku kembali kepada lelaki tua yang lemah tersebut dan berkata: “Demi Allah, wajib atasmu menolong dan menyelamatkanku.” Maka dia menangis karena iba dengan keadaanku seraya berkata: “Aku lemah sebagaimana engkau lihat, aku tidak mampu melakukan sesuatupun, akan tetapi larilah kearah gunung tersebut mudah-mudahan engkau selamat!”

Akupun berlari menuju gunung tersebut sementara ular akan mematukku. Kemudian aku melihat di atas gunung tersebut terdapat anak-anak kecil, dan aku mendengar semua anak tersebut berteriak: “Wahai Fathimah tolonglah ayahmu, tolonglah ayahmu!”

Selanjutnya aku mengetahui bahwa dia adalah putriku. Akupun berbahagia bahwa aku mempunyai seorang putri yang meninggal pada usia tiga tahun yang akan menyelamatkanku dari situasi tersebut. Maka diapun memegangku dengan tangan kanannya, dan mengusir ular dengan tangan kirinya sementara aku seperti mayit karena sangat ketakutan. Lalu dia duduk di pangkuanku sebagaimana dulu di dunia.

Dia berkata kepadaku:

“Wahai ayah, “belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.” (Qs. Al-Hadid:16)


Maka kukatakan: “Wahai putriku, beritahukanlah kepadaku tentang ular itu.”
Dia berkata: “Itu adalah amal keburukanmu, engkau telah membesarkan dan menumbuhkannya hingga hampir memakanmu. Tidakkah engkau tahu wahai ayah, bahwa amal-amal di dunia akan dirupakan menjadi sesosok bentuk pada hari kiamat? Dan lelaki yang lemah tersebut adalah amal shalihmu, engkau telah melemahkannya hingga dia menangis karena kondisimu dan tidak mampu melakukan sesuatu untuk membantu kondisimu. Seandainya saja engkau tidak melahirkanku, dan seandainya saja tidak mati saat masih kecil, tidak akan ada yang bisa memberikan manfaat kepadamu.”

Dia Rohimahullah berkata: Akupun terbangun dari tidurku dan berteriak: “Wahai Rabbku, sudah saatnya wahai Rabbku, ya, “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.” Lantas aku mandi dan keluar untuk shalat subuh dan ingin segera bertaubat dan kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Dia Rohimahullah berkata:
Akupun masuk ke dalam masjid dan ternyata imampun membaca ayat yang sama:
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.” (Qs. Al-Hadid: 16)
.....

Itulah kisah taubatnya Malik bin Dinar Rohimahullah yang beliau kemudian menjadi salah seorang imam generasi tabi'in, dan termasuk ulama Basrah. Dia dikenal selalu menangis sepanjang malam dan berkata: “Ya Ilahi, hanya Engkaulah satu-satunya Dzat Yang Mengetahui penghuni sorga dan penghuni neraka, maka yang manakah aku di antara keduanya? Ya Allah, jadikanlah aku termasuk penghuni sorga dan jangan jadikan aku termasuk penghuni neraka.”

Malik bin Dinar Rohimahullah bertaubat dan dia dikenal pada setiap harinya selalu berdiri di pintu masjid berseru: “Wahai para hamba yang bermaksiat, kembalilah kepada Penolong-mu! Wahai orang-orang yang lalai, kembalilah kepada Penolong-mu! Wahai orang yang melarikan diri (dari ketaatan), kembalilah kepada Penolong-mu! Penolong-mu senantiasa menyeru memanggilmu di malam dan siang hari. Dia berfirman kepadamu: “Barangsiapa mendekatkan dirinya kepada-Ku satu jengkal, maka Aku akan mendekatkan diri-Ku kepadanya satu hasta. Jika dia mendekatkan dirinya kepada-Ku satu hasta, maka Aku akan mendekatkan diri-Ku kepadanya satu depa. Siapa yang mendatangi-Ku dengan berjalan, Aku akan mendatanginya dengan berlari kecil.”

Aku memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar memberikan rizki taubat kepada kita. Tidak ada sesembahan yang hak selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zhalim.

Malik bin Dinar Rohimahullah wafat pada tahun 130 H. Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala merahmatinya dengan rahmat-Nya yang luas. (Misanul I'tidal, III/426).

Indahnya Islam

Sara Bokker, dulunya adalah seorang model, aktris, aktivis dan instruktur fitness. Seperti umumnya gadis remaja Amerika yang tinggal di kota besar, Bokker menikmati kehidupan yang serba gemerlap. Ia pernah tinggal di Florida dan South Beach, Miami, yang dikenal sebagai tempat yang glamour di Amerika. Kehidupan Bokker ketika itu hanya terfokus pada bagaimana ia menjaga penampilannya agar menarik di mata orang banyak.

Setelah bertahun-tahun, Bokker mulai merasakan bahwa ia selama ini sudah menjadi budak mode. Dirinya menjadi "tawanan" penampilannya sendiri. Rasa ingin memuaskan ambisi dan kebahagian diri sendiri sudah mengungkungnya dalam kehidupan yang serba glamour. Bokker pun mulai mengalihkan kegiatannya dari pesta ke pesta dan alkohol ke meditasi, mengikuti aktivitas sosial dan mempelajari berbagai agama.

Sampai terjadilah serangan 11 September 2001, dimana seluruh Amerika bahkan diseluruh dunia mulai menyebut-nyebut Islam, nilai-nilai Islam dan budaya Islam, bahkan dikait-kaitkan dengan deklarasi "Perang Salib" yang dilontarkan pimpinan negara AS. Bokker pun mulai menaruh perhatian pada kata Islam.

"Pada titik itu, saya masih mengasosiasikan Islam dengan perempuan-perempuan yang hidup di tenda-tenda, pemukulan terhadap istri, harem dan dunia teroris. Sebagai seorang feminis dan aktivis, saya menginginkan dunia yang lebih baik bagi seluruh umat manusia," kata Bokker seperti dikutip dari Saudi Gazette.

Suatu hari, secara tak sengaja Bokker menemukan kita suci al-Quran, kitab suci yang selama ini pandang negatif oleh Barat. "Awalnya, saya tertarik dengan tampilan luar al-Quran dan saya mulai tergelitik membacanya untuk mengetahui tentang eksistensi, kehidupan, penciptaan dan hubungan antara Pencipta dan yang diciptakan. Saya menemukan al-Quran sangat menyentuh hati dan jiwa saya yang paling dalam, tanpa saya perlu menginterpretasikan atau menanyakannya pada pastor," sambung Bokker.

Akhirnya, Bokker benar-benar menemukan sebuah kebenaran, ia memeluk Islam dimana ia merasa hidup damai sebagai seorang Muslim yang taat. Setahun kemudian, ia menikah dengan seorang lelaki Muslim. Sejak mengucap dua kalimat syahdat Bokker mulai mengenakan busana Muslim lengkap dengan jilbabnya.

"Saya membeli gaun panjang yang bagus dan kerudung seperti layaknya busana Muslim dan saya berjalan di jalan dan lingkungan yang sama, dimana beberapa hari sebelumnya saya berjalan hanya dengan celana pendek, bikini atau pakaian kerja yang 'elegan'," tutur Bokker.

"Orang-orang yang saya jumpai tetap sama, tapi untuk pertama kalinya, saya benar-benar menjadi seorang perempuan. Saya merasa terlepas dari rantai yang membelenggu dan akhirnya menjadi orang yang bebas," Bokker menceritakan pengalaman pertamanya mengenakan busana seperti yang diajarkan dalam Islam.

Setelah mengenakan jilbab, Bokker mulai ingin tahu tentang Niqab. Ia pun bertanya pada suaminya apakah ia juga selayaknya mengenakan niqab (pakaian muslimah lengkap dengan cadarnya) atau cukup berjilbab saja. Suaminya menjawab, bahwa jilbab adalah kewajiban dalam Islam sedangkan niqab (cadar) bukan kewajiban.

Tapi satu setengah tahun kemudian, Bokker mengatakan pada suaminya bahwa ia ingin mengenakan niqab. "Alasan saya, saya merasa Allah akan lebih senang dan saya merasa lebih damai daripada cuma mengenakan jilbab saja," kata Bokker.

Sang suami mendukung keinginan istrinya mengenakan niqab dan membelikannya gaun panjang longgar berwarna hitam beserta cadarnya. Tak lama setelah ia mengenakan niqab, media massa banyak memberitakan pernyataan dari para politisi, pejabat Vatikan, kelompok aktivis kebebasan dan hak asasi manusia yang mengatakan bahwa niqab adalah penindasan terhadap perempuan, hambatan bagi integrasi sosial dan belakangan seorang pejabat Mesir menyebut jilbab sebagai "pertanda keterbelakangan."

"Saya melihatnya sebagai pernyataan yang sangat munafik. pemerintah dan kelompok-kelompok yang katanya memperjuangkan hak asasi manusia berlomba-lomba membela hak perempuan ketika ada pemerintah yang menerapkan kebijakan cara berbusana, tapi para 'pejuang kebebasan' itu bersikap sebaliknya ketika kaum perempuan kehilangan haknya di kantor atau sektor pendidikan hanya karena mereka ingin melakukan haknya mengenakan jilbab atau cadar," kritik Bokker.

"Sampai hari ini, saya tetap seorang feminis, tapi seorang feminis yang Muslim yang menyerukan pada para Muslimah untuk tetap menunaikan tanggung jawabnya dan memberikan dukungan penuh pada suami-suami mereka agar juga menjadi seorang Muslim yang baik. Membesarkan dan mendidik anak-anak mereka agar menjadi Muslim yang berkualitas sehingga mereka bisa menjadi penerang dan berguna bagi seluruh umat manusia."

"Menyerukan kaum perempuan untuk berbuat kebaikan dan menjauhkan kemunkaran, untuk menyebarkan kebaikan dan menentang kebatilan, untuk memperjuangkan hak berjilbab maupun bercadar serta berbagi pengalaman tentang jilbab dan cadar bagi Muslimah lainnya yang belum pernah mengenakannya," papar Bokker.

Ia mengungkapkan, banyak mengenal muslimah yang mengenakan cadar adalah kaum perempuan Barat yang menjadi mualaf. Beberapa diantaranya, kata Bokker, bahkan belum menikah. Sebagian ditentang oleh keluarga atau lingkungannya karena mengenakan cadar. "Tapi mengenakan cadar adalah pilihan pribadi dan tak seorang pun boleh menyerah atas pilihan pribadinya sendiri," tukas Bokker.

Ummu Ibrahim Al-Basyirah

Dikisahkan di Bashrah terdapat wanita-wanita ahli ibadah, di antaranya adalah Ummu Ibrahim al-Hasyimiyah. Ketika musuh Islam menyusup ke kantong-kantong perbatasan wilayah Islam, maka orang-orang tergerak untuk berjihad di jalan Allah.

'Abdul Wahid bin Zaid al Bashri berdiri di tengah orang-orang sambil berkhutbah untuk menganjurkan mereka berjihad. Sedangkan saat itu Ummu Ibrahim turut menghadiri majelis ini. 'Abdul Wahid terus berkhutbah, sampailah pembicaraannya menerangkan tentang bidadari. Bidadari merupakan imbalan bagi sebagian penghuni surga, akibat amalannya diterima oleh Allah, amalan tersebut antara lain adalah jihad.


'Abdul Wahid menyebutkan pernyataaan-pernyataan tentang bidadari, kemudian dia bersenandung menyifati bidadari ini.

Gadis yang berjalan tenang dan berwibawa
Orang yang menyifatkan memperoleh apa yang diungkapkannya

Dia diciptakan dari segala sesuatu yang baik nan harum
Segala sifat jahat telah dienyahkan

Allah menghiasinya dengan wajah
yang berhimpun padanya sifat-sifat kecantikan yang luar biasa

Matanya bercelak demikian menggoda
Pipinya mencipratkan aroma kesturi

Lemah gemulai berjalan di atas jalannya
Seindah-indah yang dimiliki dan kegembiraan yang berbinar-binar

Apakah kau melihat peminangnya mendengarkannya
Ketika mengelilingkan piala dan bejana

Di taman yang elok yang kita dengar suaranya
Setiap kali angin menerpa tangan itu, bau harumnya menyebar

Dia memanggilnya dengan cinta yang jujur
Hatinya terisi dengannya hingga melimpah

Wahai kekasih aku tidak menginginkan selainnya
Dengan cincin tunangan sebagai pembukanya

Janganlah kau seperti orang yang bersungguh-sungguh ke puncak hajatnya
Kemudian setelah itu ia meninggalkannya

Tidak, orang yang lalai tidak akan bisa meminang wanita sepertiku
Yang meminang wanita sepertiku hanyalah orang yang merengek-rengek



Maka sebagian orang bergerak pada sebagian yang lainnya, dan majelis itupun menjadi ramai dan gaduh. Kemudian Ummu Ibrahim yang mengikuti khutbah 'Abdul Wahid ini menyeruak dari tengah orang-orang seraya berkata kepada 'Abdul Wahid,

"Wahai Abu 'Ubaid, bukankah engkau tahu anakku Ibrahim. Para pemuka Bashrah meminangnya untuk puteri-puteri mereka, tetapi aku memukul anakku ini di hadapan mereka. Demi Allah, gadis (bidadari) ini mencengangkanku dan aku meridhainya menjadi pengantin untuk puteraku. Ulangi lagi apa yang engkau sebutkan tentang kecantikannya.”

Mendengar hal itu ‘Abdul Wahid kembali menyifatkan bidadari, kemudian bersenandung:

Wajahnya mengeluarkan cahaya yang kembali mengeluarkan cahaya
Sendau guraunya seharum parfum dari parfum murni

Jika menginjakkan sandalnya di atas pasir yang sangat gersang
niscaya seluruh penjuru menjadi hijau, dengan tanpa hujan

Tali yang mengikat pinggangnya
Seperti ranting pohon Raihan yang berdaun hijau

Seandainya meludahkan air liurnya dilautan
Niscaya umat manusia merasakan segarnya meminum air lautan

Orang-orangpun menjadi semakin ramai, lalu Ummu Ibrahim maju seraya berkata kepada ‘Abdul Wahid,

“Wahai Abu Ubaid, demi Allah, gadis ini mencengangkanku dan aku meridhainya sebagai pengantin bagi puteraku. Apakah engkau sudi menikahkan puteraku dengan gadis tersebut saat ini juga?, Ambilllah maharnya dariku sebanyak 10.000 dinar, serta bawalah putraku keluar bersamamu menuju peperangan itu. Mudah-mudahan Allah mengaruniakan syahadah (mati syahid) kepadanya, sehingga dia akan memberi syafa’at untukku dan untuk ayahnya pada hari Kiamat.”

‘Abdul Wahidpun menjawab, “Jika engkau melakukannya, niscaya engkau dan anakmu akan mendapatkan keberuntungan yang besar.”

Kemudian Ummu Ibrahim memanggil puteranya, “Wahai Ibrahim!”

Ibrahimpun bergegas maju dari tengah orang-orang seraya mengatakan, “Aku penuhi panggilanmu, wahai ibu.”

Ummu Ibrahim berkata, “Wahai puteraku! Apakah engkau ridha dengan gadis (bidadari) ini sebagai isteri, dengan syarat engkau mengorbankan dirimu di jalan Allah dan tidak kembali dalam dosa-dosa?”

Pemuda ini menjawab, “Ya, demi Allah wahai ibu, aku sangat ridha.”

Ummu Ibrahim berkata, “Ya Allah, aku menjadikan-Mu sebagai saksi bahwa aku telah menikahkan anakku ini dengan gadis ini dengan pengorbanannya di jalan-Mu dan tidak kembali dalam dosa. Maka, terimalah dariku, wahai sebaik-baik Penyayang.”

Kemudian ibu ini pergi, lalu datang kembali dengan membawa 10.000 dinar seraya mengatakan, “Wahai Abu ‘Ubaid, ini adalah mahar gadis itu. Bersiaplah dengan mahar ini. “

Abu Ubaidpun menyiapkan para pejuang di jalan Allah.

Sang ibu kemudian pergi membelikan kuda yang baik untuk puteranya dan menyiapkan senjata untuknya.

Kemudian berangkatlah rombongan ‘Abdul Wahid yang didalamnya terdapat Ibrahim, ke medan perang. Bersamaan dengannya dibacakanlah QS. At-Taubah:111 yang artinya,
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan Surga untuk mereka ...”

Ketika sang ibu hendak berpisah dengan puteranya, maka ia menyerahkan kain kafan dan wangi-wangian kepadanya seraya mengatakan kepadanya, “Wahai anakku, jika engkau hendak bertemu dengan musuh, maka pakailah kain kafan ini dan gunakanlah wangi-wangian ini. Janganlah Allah melihatmu dalam keadaan lemah di jalan-Nya.” Kemudian ia memeluk puteranya dan mencium keningnya seraya mengatakan, “wahai anakku, Allah tidak mengumpulkan antara aku denganmu kecuali di hadapan-Nya pada hari Kiamat.”

Selanjutnya marilah kita baca penuturan ‘Abdul Wahid

‘Abdul Wahid berkata, “Ketika kami sampai diperbatasan musuh, kemudian terompet pun ditiup, dan mulailah terjadi perang. Saat itu Ibrahim berperang di barisan terdepan. Ia membunuh musuh dalam jumlah yang besar, sampai musuh mengepungnya, kemudian membunuhnya.”

‘Abdul Wahid berkata, “Ketika kami hendak kembali ke Bashrah, aku berkata kepada Sahabat-Sahabatku,

‘Jangan kalian menceritakan kepada Ummu Ibrahim tentang berita yang menimpa puteranya sampai aku mengabarkan kepadanya dengan sebaik-baik hiburan. Sehingga ia tidak bersedih dan pahalanya tidak hilang.’

Ketika kami sampai di Bashrah, orang-orangpun keluar untuk menyambut kami, dan Ummu Ibrahim pun berada diantara mereka.”

‘Abdul Wahid berkata: “Ketika dia memandangku, ia bertanya, ‘Wahai Abu Ubaid, apakah hadiah dariku diterima sehingga aku diberi ucapan selamat, atau ditolak sehingga aku diberi belasungkawa?’

Akupun menjawab, ‘Hadiahmu telah diterima. Sesungguhnya Ibrahim hidup bersama orang-orang yang hidupdalam keadaan diberi rizki (insyaa Allah)’.

Maka ibu inipun tersungkur dalam keadaan bersujud kepada Allah karena bersyukur, dan mengatakan, ‘Segala puji bagi Allah yang tidak mengecewakanku dan menerima ibadah dariku.’ Kemudian ia pergi.

Keesokan harinya, Ummu Ibrahim datang ke masjid yang didalamnya terdapat ‘Abdul Wahid lalu dia berseru, ‘Assalaamu’alaikum wahai Abu ‘Ubaid, ada kabar gembira untukmu’. Selanjutnya dia berkata,

‘Tadi malam aku bermimpi melihat puteraku, Ibrahim, di sebuah taman yang indah. Di atasnya terdapat kubah hijau, sedangkan dia berada di atas ranjang yang terbuat dari mutiara, dan kepalanya memakai mahkota. Ibrahim berkata,
"Wahai ibu, bergembiralah. Sebab maharnya telah diterima dan aku bersanding dengan pengantin wanita.’”

Demikianlah salah satu kisah ibu-ibu umat Islam terdahulu. Yang dia menyebabkan bangsa Arab dan umat Islam dahulu, menjadi bangsa yang kuat. Umat Islam dahulu menjadi umat yang mempunyai kewibawaan yang besar diantara umat-umat yang lain. Salah satunya adalah upaya dari ibu-ibu dengan menyiapkan anak-anaknya sebagai prajurit pembela Islam.

Marilah para ibu, maupun calon ibu untuk mencontoh segala yang dilakukan oleh ibu-ibu umat Islam ini jaman terdahulu, yang selalu membantu suami dan anaknya dalam rangka mentaati Allah Subhanahu wa ta’ala.

Dengannya semoga kejayaan dan kewibawaan umat Islam mampu kembali.

Khalid Al-Miski

Khalid Al-Miski adalah seorang pemuda yang tampan, rajin beribadah, wara', ikhlas, rajin bekerja, dan amanah. Dia seorang pedagang keliling kampung yang membawa barang dagangannya di atas kepala.

Salah seorang wanita cantik tertarik pada Khalid Al-Miski yang tampan. Suatu hari, wanita ini memanggil Khalid dengan maksud akan membeli barang dagangannya. Ia telah merancang tipu-dayanya, lalu Khalid diminta agar masuk ke dalam rumahnya dengan alasan ia akan membeli dagangannya. Ternyata ia segera mengunci pintu-pintu rumahnya, kemudian berkata, "Kamu akan celaka, jika tidak mau melayani aku! Sebab aku akan memper­malukanmu di depan umum sehingga mereka menuduhmu ingin memperkosaku."

Khalid berusaha mengalihkan pembicaraan, tetapi tanpa membuahkan hasil. Lalu Khalid memperingatkannya dengan janji dan ancaman Allah. Akan tetapi, setan telah menguasai wanita cantik tersebut dan membutakan mata hatinya.

Ketika Khalid yakin bahwasanya ia tidak bisa menye­lamatkan diri dari ancaman wanita tersebut, maka ia tampakkan dirinya menyetujui permintaannya dan meminta izin untuk ber­benah diri di kamar mandi. Wanita itu bahagia dan setuju. Khalid masuk ke kamar mandi dan berpikir bagaimana caranya agar dapat terhindar dari godaan ini. Kemudian, Allah memberi petunjuk, sekalipun nanti tubuhnya akan kotor. Tidak masalah, asalkan ia dapat menghindarkan diri dari maksiat yang pasti mendatangkan murka Allah. Kemudian, Khalid melumuri wajah dan tubuhnya dengan tinja, dengan demikian tercium bau tidak enak, kelihatan jelek, dan menjijikkan.

Khalid keluar dari kamar mandi, begitu wanita tersebut melihat Khalid kotor dan menjijikkan, ia menghardik dan me­nyuruhnya keluar serta mengusir dari rumahnya. Pemuda tersebut lari dan meninggalkan rumah wanita untuk menyelamatkan diri dan agamanya.

Allah Ta'ala mengganti bau busuk dan menjijikkan itu dengan bau yang harum bagaikan minyak miski. Orang-orang pun dari kejauhan sudah mengetahui kedatangannya, sebelum mereka melihat Khalid, yaitu dengan mencium baunya yang harum. Sejak saat itu orang-orang memanggilnya dengan Khalid Al-­Miski.

Inilah seorang Mukmin yang sebenarnya, yang meyakini bahwa Allah senantiasa mengawasi gerak-geriknya setiap saat sehingga sekalipun di hadapannya seorang wanita yang cantik dan gemulai, namun ia merasa takut kepada Allah. Tidak takut kepada manusia atau undang-undang karena semuanya tidak dapat melihat dan mengawasinya sepanjang waktu. Hanya Dzat Yang Maha Mendengar dan Maha Melihatlah yang senantiasa memantau gerakannya. Khalid takut dengan bahaya yang ditim­bulkan oleh maksiat, maka ia mencari alasan dengan melumuri kotoran pada tubuhnya, dan justru ini menunjukkan kebersihan batinnya dan ketulusan imannya. Kemudian, Allah mengganti­nya dengan bau harum semerbak di dunia dan baginya di akhirat pahala yang besar dan berlimpah.

Sekarang ini, di zaman kita hidup, berapa banyak manusia melumuri wajah dan tubuhnya dengan parfum dan wangi­-wangian. Akan tetapi, bau busuk perbuatan mereka menjadikan mereka tercemar dan terbongkar keburukannya, walaupun mereka berusaha menutupi aibnya. Disebabkan mereka hanya takut kepada manusia, bukan kepada Allah. Balasan seseorang itu sesuai dengan jenis amalnya.

RUU APP

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PORNOGRAFI

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1.Pornografi adalah materi seksualitas yang dibuat oleh manusia dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan komunikasi lain melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan/atau melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat.

2.Jasa pornografi adalah segala jenis layanan pornografi yang disediakan oleh orang perseorangan atau korporasi melalui pertunjukan langsung, televisi kabel, televisi teresterial, radio, telepon, internet, dan komunikasi elektronik lainnya serta surat kabar, majalah, dan barang cetakan lainnya.

3.Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

4.Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun.

5.Pemerintah adalah Pemerintah Pusat yang dipimpin oleh Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

6.Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

Pasal 2
Pengaturan pornografi berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, penghormatan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan, kebhinnekaan, kepastian hukum, nondiskriminasi, dan perlindungan terhadap warga negara.

Pasal 3
Pengaturan pornografi bertujuan:
a.mewujudkan dan memelihara tatanan kehidupan masyarakat yang beretika, berkepribadian luhur, menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, serta menghormati harkat dan martabat kemanusiaan;

b.memberikan pembinaan dan pendidikan terhadap moral dan akhlak masyarakat;

c.memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi warga negara dari pornografi, terutama bagi anak dan perempuan; dan
d.mencegah berkembangnya pornografi dan komersialisasi seks di masyarakat.

BAB II
LARANGAN DAN PEMBATASAN

Pasal 4
(1) Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang memuat:

e.persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;

f.kekerasan seksual;

g.masturbasi atau onani;

h.ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; atau

i.alat kelamin.

(2) Setiap orang dilarang menyediakan jasa pornografi yang:

a. menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;

b. menyajikan secara eksplisit alat kelamin;

c. mengeksploitasi atau memamerkan aktivitas seksual; atau
d. menawarkan atau mengiklankan, baik langsung maupun tidak langsung layanan seksual.

Pasal 5
Setiap orang dilarang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).

Pasal 6
Setiap orang dilarang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), kecuali yang diberi kewenangan oleh perundang-undangan.

Pasal 7
Setiap orang dilarang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

Pasal 8
Setiap orang dilarang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi.

Pasal 9
Setiap orang dilarang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi.

Pasal 10
Setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya.

Pasal 11
Setiap orang dilarang melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai objek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 8, Pasal 9, atau Pasal 10.

Pasal 12
Setiap orang dilarang mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan, menyalahgunakan kekuasaan atau memaksa anak dalam menggunakan produk atau jasa pornografi.

Pasal 13
(1) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi yang memuat selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib mendasarkan pada peraturan perundang-undangan.

(2) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan di tempat dan dengan cara khusus.

Pasal 14
Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan materi seksualitas dapat dilakukan untuk kepentingan dan memiliki nilai:
a.seni dan budaya;
b.adat istiadat; dan
c.ritual tradisional.

Pasal 15
Ketentuan mengenai syarat dan tata cara perizinan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan produk pornografi untuk tujuan dan kepentingan pendidikan dan pelayanan kesehatan dan pelaksanaan ketentuan Pasal 13 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB III
PERLINDUNGAN ANAK

Pasal 16
Setiap orang berkewajiban melindungi anak dari pengaruh pornografi dan mencegah akses anak terhadap informasi pornografi.

Pasal 17
1) Pemerintah, lembaga sosial, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, keluarga, dan/atau masyarakat berkewajiban memberikan pembinaan, pendampingan, serta pemulihan sosial, kesehatan fisik dan mental bagi setiap anak yang menjadi korban atau pelaku pornografi.

2) Ketentuan mengenai pembinaan, pendampingan, serta pemulihan sosial, kesehatan fisik dan mental sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB IV
PENCEGAHAN

Bagian Kesatu
Peran Pemerintah

Pasal 18
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.

Pasal 19
Untuk melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pemerintah berwenang:
a.melakukan pemutusan jaringan pembuatan dan penyebarluasan produk pornografi atau jasa pornografi, termasuk pemblokiran pornografi melalui internet;

b.melakukan pengawasan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi; dan

c.melakukan kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak, baik dari dalam maupun dari luar negeri, dalam pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.

Pasal 20
Untuk melakukan upaya pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pemerintah Daerah berwenang:

a.melakukan pemutusan jaringan pembuatan dan penyebarluasan produk pornografi atau jasa pornografi, termasuk pemblokiran pornografi melalui internet di wilayahnya;

b.melakukan pengawasan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi di wilayahnya;

c.melakukan kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak dalam pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi di wilayahnya; dan

d.mengembangkan sistem komunikasi, informasi, dan edukasi dalam rangka pencegahan pornografi di wilayahnya.

Bagian Kedua
Peran Serta Masyarakat

Pasal 21
Masyarakat dapat berperan serta dalam melakukan pencegahan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.

Pasal 22
(1) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dapat dilakukan dengan cara:

a.melaporkan pelanggaran Undang-Undang ini;

b.melakukan gugatan perwakilan ke pengadilan;

c.melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pornografi; dan

d.melakukan pembinaan kepada masyarakat terhadap bahaya dan dampak pornografi.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dilaksanakan secara bertanggung jawab dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 23
Masyarakat yang melaporkan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a berhak mendapat perlindungan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

BAB V
PENYIDIKAN, PENUNTUTAN, DAN PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN

Pasal 24
Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap pelanggaran pornografi dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.

Pasal 25
Di samping alat bukti sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana, termasuk juga alat bukti dalam perkara tindak pidana meliputi tetapi tidak terbatas pada:

a.barang yang memuat tulisan atau gambar dalam bentuk cetakan atau bukan cetakan, baik elektronik, optik, atau bentuk penyimpanan data lainnya; dan

b.data yang tersimpan dalam jaringan internet dan saluran komunikasi lainnya.

Pasal 26
(1) Untuk kepentingan penyidikan, penyidik berwenang membuka akses, memeriksa, dan membuat salinan data elektronik yang tersimpan dalam fail komputer, jaringan internet, media optik, serta bentuk penyimpanan data elektronik lainnya.

(2) Untuk kepentingan penyidikan, pemilik data, penyimpan data, atau penyedia jasa layanan elektronik berkewajiban menyerahkan dan/atau membuka data elektronik yang diminta penyidik.

(3) Pemilik data, penyimpan data, atau penyedia jasa layanan elektronik setelah menyerahkan dan/atau membuka data elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berhak menerima tanda terima penyerahan atau berita acara pembukaan data elektronik dari penyidik.

Pasal 27
Penyidik membuat berita acara tentang tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dan mengirim turunan berita acara tersebut kepada pemilik data, penyimpan data, atau penyedia jasa layanan komunikasi di tempat data tersebut didapatkan.

Pasal 28
(1) Data elektronik yang ada hubungannya dengan perkara yang sedang diperiksa dilampirkan dalam berkas perkara.

(2) Data elektronik yang ada hubungannya dengan perkara yang sedang diperiksa dapat dimusnahkan atau dihapus.

(3) Penyidik, penuntut umum, dan para pejabat pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib merahasiakan dengan sungguh-sungguh atas kekuatan sumpah jabatan, baik isi maupun informasi data elektronik yang dimusnahkan atau dihapus.

BAB VI
PEMUSNAHAN

Pasal 29
(1) Pemusnahan dilakukan terhadap produk pornografi hasil perampasan.

(2) Pemusnahan produk pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh penuntut umum dengan membuat berita acara yang sekurang-kurangnya memuat:
a.nama media cetak dan/atau media elektronik yang menyebarluaskan pornografi;
b.nama, jenis, dan jumlah barang yang dimusnahkan;
c.hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan; dan
d.keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai barang yang dimusnahkan.

BAB VII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 30
Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebar-luaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).

Pasal 31
Setiap orang yang menyediakan jasa pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 32
Setiap orang yang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Pasal 33
Setiap orang yang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Pasal 34
Setiap orang yang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah).

Pasal 35
Setiap orang yang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 36
Setiap orang yang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).

Pasal 37
Setiap orang yang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 38
Setiap orang yang melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai obyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dipidana dengan pidana yang sama dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37, ditambah 1/3 (sepertiga) dari maksimum ancaman pidananya.

Pasal 39
Setiap orang yang mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan, menyalahgunakan kekuasaan atau memaksa anak dalam menggunakan produk atau jasa pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 40
(1) Dalam hal tindak pidana pornografi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.

(2) Tindak pidana pornografi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang?orang, baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut, baik sendiri maupun bersama?sama.

(3) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, korporasi tersebut diwakili oleh pengurus.

(4) Pengurus yang mewakili korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diwakili oleh orang lain.

(5) Hakim dapat memerintahkan pengurus korporasi agar pengurus korporasi menghadap sendiri di pengadilan dan dapat pula memerintahkan pengurus korporasi supaya pengurus tersebut dibawa ke sidang pengadilan.

(6) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau di tempat pengurus berkantor.

(7) Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya pidana denda dengan ketentuan maksimum pidana dikalikan 3 (tiga) dari pidana denda yang ditentukan dalam setiap pasal dalam Bab ini.

Pasal 41
Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (7), korporasi dapat dikenakan pidana tambahan berupa:
a.pembekuan izin usaha;
b.pencabutan izin usaha;
c.perampasan kekayaan hasil tindak pidana; dan/atau
d.pencabutan status badan hukum.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 42
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan setiap orang yang memiliki atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) harus memusnahkan sendiri atau menyerahkan kepada pihak yang berwajib untuk dimusnahkan.

Pasal 43
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur atau berkaitan dengan tindak pidana pornografi dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.

Pasal 44
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

PENJELASAN:

Pasal 4
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “persenggamaan yang menyimpang” antara lain persenggamaan atau aktivitas seksual lainnya dengan mayat dan binatang, oral seks, anal seks, lesbian, homoseksual.

Huruf b
Yang dimaksud dengan ”kekerasan seksual” antara lain persenggamaan yang didahului dengan tindakan kekerasan (penganiayaan) atau mencabuli dengan paksaan, pemerkosaan.

Huruf d
Yang dimaksud dengan “mengesankan ketelanjangan” adalah penampakan tubuh dengan menunjukkan ketelanjangan yang menggunakan penutup tubuh yang tembus pandang.

Pasal 5
Yang dimaksud dengan “mengunduh” adalah mengalihkan atau mengambil fail (file) dari sistem teknologi informasi dan komunikasi.

Pasal 6
Yang dimaksud dengan “yang diberi kewenangan oleh perundang-undangan” misalnya lembaga yang diberi kewenangan menyensor film, lembaga yang mengawasi penyiaran, lembaga penegak hukum, lembaga pelayanan kesehatan atau terapi kesehatan seksual, dan lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan tersebut termasuk pula perpustakaan, laboratorium, dan sarana pendidikan lainnya.

Kegiatan memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan barang pornografi dalam ketentuan ini hanya dapat digunakan di tempat atau lokasi yang disediakan untuk tujuan lembaga dimaksud.

Pasal 10
Yang dimaksud dengan “mempertontonkan diri” adalah perbuatan yang dilakukan atas inisiatif dirinya atau inisiatif orang lain dengan kemauan dan persetujuan dirinya. Yang dimaksud dengan “pornografi lainnya” antara lain kekerasan seksual, masturbasi atau onani.

Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pembuatan” termasuk memproduksi, membuat, memperbanyak, atau menggandakan.

Yang dimaksud dengan “penyebarluasan” termasuk menyebarluaskan, menyiarkan, mengunduh, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, meminjamkan, atau menyediakan.

Yang dimaksud dengan “penggunaan” termasuk memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki atau menyimpan.

Frasa “selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)” dalam ketentuan ini misalnya majalah yang memuat model berpakaian bikini, baju renang, pakaian olahraga pantai, yang digunakan sesuai dengan konteksnya.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “di tempat dan dengan cara khusus” misalnya penempatan yang tidak dapat dijangkau oleh anak-anak atau pengemasan yang tidak menampilkan atau menggambarkan pornografi.

Pasal 14
Yang dimaksud dengan “materi seksualitas” adalah materi yang tidak mengandung unsur yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan/atau tidak melanggar kesusilaan dalam masyarakat, misalnya patung telanjang yang menggambarkan lingga dan yoni.

Pasal 16
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah sedini mungkin pengaruh pornografi terhadap anak dan ketentuan ini menegaskan kembali terkait dengan perlindungan terhadap anak yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak.

Pasal 19
Huruf a
Yang dimaksud dengan “pemblokiran pornografi melalui internet” adalah pemblokiran barang pornografi atau penyediaan jasa pornografi.

Pasal 20
Huruf a
Yang dimaksud dengan “pemblokiran pornografi melalui internet” adalah pemblokiran barang pornografi atau penyediaan jasa pornografi

RUU Perbankan Syariah

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ___ TAHUN 200_
TENTANG
PERBANKAN SYARIAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MENIMBANG :
a. Bahwa untuk memajukan perekonomian nasional yang merata guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri;
b. Bahwa perbankan Syariah yang berasaskan prinsip syariah dengan fungsi sebagai penghimpun, penyalur, pengelola dana masyarakat serta pelaksana kegiatan dalam rangka kemaslahatan masyarakat memiliki peran yang strategis untuk memajukan perekonomian nasional guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri tersebut;
c. Bahwa untuk lebih mendorong pertumbuhan Perbankan Syariah secara optimal, diperlukan pengaturan kegiatan bank syariah yang komprehensif, jelas dan mengandung kepastian hukum;
d. Bahwa oleh karena itu dipandang perlu menetapkan ketentuan tentang Bank Syariah dalam undang-undang tersendiri

MENGINGAT :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 23, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 19945.
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembar Negara Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembar Negara Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembar Negara Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembar Negara Nomor 3790);
3. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian (Lembar Negara Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembar Negara Nomor 3502);
4. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (Lembar Negara Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembar Negara Nomor 3587);
5. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembar Negara Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembar Negara Nomor 3608).
6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembar Negara Tahun 1999 Nomor 66 , Tambahan Lembaran Negara 3843) sebagaimana telah diubah dengan Undang–Undang Nomor 3 Tahun 2004 (Lembar Negara Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4352).

DENGAN PERSETUJUAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :

MENETAPKAN : UNDANG-UNDANG TENTANG PERBANKAN SYARIAH

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, menyangkut kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya;
2. Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, menyangkut kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya yang berdasarkan Prinsip Syariah;
3. Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk melakukan investasi dan penitipan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah;
4. Bank Syariah adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk investasi dan titipan dana dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan dan/atau bentuk-bentuk lainnya berdasarkan Prinsip Syariah;
5. Bank Umum Syariah adalah bank syariah yang melakukan kegiatan usaha bank berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran;
6. Direktorat Usaha Syariah adalah satuan kerja di kantor pusat bank konvensional yang melakukan kegiatan usaha bank berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang syariah dan/atau unit syariah yang dipimpin oleh seorang direktur untuk mengepalai direktorat tersebut;
7. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah Bank Syariah yang melaksanakan kegiatan usaha bank berdasarkan Prinsip Syariah, yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu-lintas pembayaran;
8. Kantor Cabang adalah kantor Bank Syariah yang secara langsung bertanggung jawab kepada kantor pusat Bank Syariah yang bersangkutan, dengan alamat tempat usaha yang jelas di mana kantor cabang tersebut melakukan kegiatan dan usahanya;
9. Unit Syariah adalah satuan kerja khusus dari kantor cabang atau kantor cabang pembantu bank yang kegiatan usahanya melakukan penghimpunan dana, penyaluran dana, dan pemberian jasa perbankan lainnya berdasarkan Prinsip Syariah dalam rangka persiapan perubahan menjadi kantor cabang syariah;
10. Bank Umum Konvensional adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa lalu lintas pembayaran;
11. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
12. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa Bank Syariah;
13. Nasabah Penitip dan/atau Nasabah Investor adalah nasabah yang menempatkan dananya di Bank Syariah dalam bentuk titipan berdasarkan akad Bank Syariah dengan nasabah yang bersangkutan;
14. Nasabah Pembiayaan adalah nasabah yang memperoleh fasilitas pembiayaan atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad Bank Syariah dengan nasabah yang bersangkutan;
15. Dewan Syariah Nasional adalah lembaga yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia yang memiliki kewenangan menetapkan hal yang terkait dengan aspek syariah antara lain fatwa tentang produk, jasa, dan kegiatan Bank Syariah.
16. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang berlaku;
17. Pimpinan Bank Indonesia adalah pimpinan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang berlaku;
18. Deputi Gubernur Bank Indonesia adalah anggota dewan gubernur sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang berlaku;
19. Pihak terafiliasi adalah :
a. Anggota dewan komisaris, direksi atau kuasanya, pejabat, atau karyawan Bank Syariah;
b. Anggota pengurus, pengelola atau kuasanya, pejabat, atau karyawan bank, khusus bagi Bank Syariah yang berbentuk hukum koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. Pihak yang memberikan jasanya kepada Bank Syariah, antara lain akuntan publik, penilai, konsultan hukum dan konsultan lainnya;
20. Merger adalah penggabungan dari dua Bank Syariah atau lebih atau antara bank syariah dengan bank umum konvensional, atau bank perkreditan rakyat, dengan tetap mempertahankan berdirinya salah satu Bank Syariah;
21. Konsolidasi adalah penggabungan dari dua Bank Syariah atau lebih atau antara bank syariah dengan bank umum konvensional, atau bank perkreditan rakyat, dengan cara mendirikan Bank Syariah baru;
22. Akuisisi adalah pengambilalihan kepemilikan oleh Bank Syariah terhadap suatu Bank Syariah atau bank umum konvensional, atau bank perkreditan rakyat;
23. Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penitip dan titipannya.


BAB II
ASAS, FUNGSI, PRINSIP, DAN TUJUAN

Pasal 2

Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan keadilan, keterbukaan, kesetaraan, universalitas dan sesuai syariah.

Pasal 3

(1) Perbankan Syariah berfungsi sebagai penghimpun, penyalur, dan pengelola dana masyarakat serta pelaksana kegiatan dalam rangka kemaslahatan ekonomi masyarakat.
(2) Dalam melaksanakan fungsinya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Perbankan Syariah bersifat universal.

Pasal 4

(1) Perbankan Syariah dalam menjalankan kegiatan usahanya menggunakan prinsip bagi hasil, penyertaan modal, jual-beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, dan pemberian jasa pelayanan bank.
(2) Dalam menjalankan kegiatan usahanya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib menerapkan prinsip kehati-hatian.

Pasal 5

Perbankan Syariah bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas ekonomi nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat.


BAB III
JENIS, DAN USAHA BANK SYARIAH

Bagian Pertama
Jenis Bank Syariah

Pasal 6

(1) Menurut jenisnya Bank Syariah terdiri dari :
a. Bank Umum yang secara penuh menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah;
b. Bank Umum Konvensional yang memiliki Direktorat Usaha Syariah; dan
c. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
(2) Bank Umum Syariah dan Direktorat Usaha Syariah dapat mengkhususkan diri untuk melaksanakan usaha dan/atau kegiatan tertentu dengan memberikan perhatian yang lebih besar kepada usaha dan/atau kegiatan tertentu.







Bagian Kedua
Usaha Bank Umum Syariah Dan Direktorat Usaha Syariah

Pasal 7

(1) Usaha Bank Umum Syariah dan Direktorat Usaha Syariah meliputi :
a. Produk-produk dan jasa yang telah difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional.
b. Kegiatan usaha bank lainnya yang lazim dilakukan Bank Umum Syariah sepanjang tidak bertentangan dengan fatwa Dewan Syariah Nasional.
(2) Ketentuan perpajakan mengenai produk dan usaha Bank Umum Syariah dan Direktorat Usaha Syariah diperlakukan mengikuti ketentuan perpajakan jasa keuangan dan perbankan lainnya.

Pasal 8

Bank Umum Syariah dan Direktorat Usaha Syariah dilarang :
a. Melakukan segala bentuk transaksi yang bertentangan dengan prinsip syariah .
b. Melakukan kegiatan usaha tertentu yang telah dilarang oleh undang-undang yang berlaku.


Bagian Ketiga
Usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah

Pasal 9

(1) Usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah meliputi :
a. Produk-produk dan jasa yang telah difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional.
b. Kegiatan usaha bank lainnya yang lazim dilakukan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sepanjang tidak bertentangan dengan fatwa Dewan Syariah Nasional.
(2) Ketentuan perpajakan mengenai produk dan usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah diperlakukan mengikuti ketentuan perpajakan jasa keuangan dan perbankan lainnya.

Pasal 10

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dilarang :
a. Melakukan segala bentuk transaksi yang bertentangan dengan prinsip syariah .
b. Melakukan kegiatan usaha tertentu yang telah dilarang oleh undang-undang yang berlaku.

Pasal 11

(1) Setiap Bank Syariah wajib menjamin dana dari masyarakat yang dititipkan pada Bank Syariah yang bersangkutan
(2) Untuk menjamin titipan dari masyarakat, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan
(3) Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berbentuk badan hukum Indonesia
(4) Ketentuan mengenai penjaminan dana dan lembaga penjamin simpanan, diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.







BAB IV
PERIZINAN, BENTUK HUKUM DAN KEPEMILIKAN

Bagian Pertama
Perizinan

Pasal 12

(1) Berdirinya Bank Syariah wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum Syariah, Direktorat Usaha Syariah atau Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dari pimpinan Bank Indonesia.
(2) Untuk memperoleh izin usaha Bank Umum Syariah, Direktorat Usaha Syariah atau Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib dipenuhi persyaratan sekurang-kurangnya tentang :
a. Susunan organisasi dan kepengurusan;
b. Permodalan;
c. Kepemilikan;
d. Keahlian di bidang perbankan;
e. Kelayakan rencana kerja.
(3) Persyaratan dan tata cara perizinan bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Pasal 13

(1) Bank Umum Konvensional yang membuka kegiatan usaha syariah harus memiliki Direktorat Usaha Syariah.
(2) Direktorat Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dimungkinkan membidangi divisi lain asalkan tidak bertentangan dengan kegiatan usaha syariah yang dijalankan.

Pasal 14

(1) Pembukaan kantor cabang oleh Bank Umum Syariah dan Direktorat Usaha Syariah hanya dapat dilakukan dengan izin pimpinan Bank Indonesia.
(2) Pembukaan kantor cabang, kantor perwakilan, dan jenis-jenis kantor lainnya di luar negeri oleh Bank Umum Syariah dan Direktorat Usaha Syariah hanya dapat dilakukan dengan izin pimpinan Bank Indonesia.
(3) Pembukaan kantor di bawah kantor cabang oleh Bank Umum Syariah dan Direktorat Usaha Syariah wajib dilaporkan terlebih dahulu kepada Bank Indonesia.
(4) Persyaratan dan tata cara pembukaan kantor oleh Bank Umum Syariah dan Direktorat Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Pasal 15

(1) Pembukaan kantor cabang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah hanya dapat dilakukan dengan izin pimpinan Bank Indonesia.
(2) Persyaratan dan tata cara pembukaan kantor cabang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagaimana dalam ayat (1) ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Pasal 16

(1) Pembukaan kantor cabang, kantor cabang pembantu, dan kantor perwakilan dari suatu Bank Syariah yang berkedudukan di luar negeri, hanya dapat dilakukan dengan izin pimpinan Bank Indonesia.
(2) Pembukaan kantor cabang di bawah kantor cabang pembantu dari bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia.
(3) Persyaratan dan tata cara pembukaan kantor-kantor cabang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.


Bagian Kedua
Bentuk Hukum

Pasal 17

(1) Bentuk hukum suatu Bank Syariah dapat berupa perseroan terbatas, perusahaan daerah dan koperasi;
(2) Bentuk hukum dari kantor perwakilan dan kantor cabang yang berkedudukan di luar negeri mengikuti bentuk hukum kantor pusatnya.


Bagian Ketiga
Kepemilikan

Pasal 18

(1) Bank Umum Syariah hanya dapat didirikan oleh :
a. Warga Negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia; atau
b. Warga Negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga negara asing dan/atau badan hukum asing secara kemitraan.
(2) Ketentuan mengenai persyaratan pendirian yang wajib dipenuhi pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Pasal 19

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh :
a. Warga Negara Indonesia;
b. Badan Hukum Indonesia yang seluruh kepemilikannya oleh warga negara Indonesia; atau
c. Pemerintah Daerah.
d. Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c.


Pasal 20

(1) Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang berbentuk hukum perseroan terbatas dan perusahaan daerah sahamnya hanya dapat diterbitkan dalam bentuk saham atas nama.
(2) Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang berbentuk hukum koperasi, kepemilikannya diatur berdasarkan ketentuan dalam undang-undang tentang perkoperasian yang berlaku.

Pasal 21

(1) Bank Umum Syariah dapat melakukan emisi saham melalui bursa efek.
(2) Warga Negara Indonesia, warga negara asing, badan hukum Indonesia dan/atau badan hukum asing dapat membeli saham Bank Umum Syariah, baik secara langsung dan/atau melalui bursa efek.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 22

Perubahan Kepemilikan Bank Syariah wajib :
a. Memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3), Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, dan Pasal 21; dan
b. Dilaporkan kepada Bank Indonesia.

Pasal 23

(1) Merger, konsolidasi, dan akuisisi wajib terlebih dahulu mendapat izin pimpinan Bank Indonesia.
(2) Ketentuan mengenai merger, konsolidasi, dan akuisisi ditetapkan dengan peraturan pemerintah.





BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 24

(1) Pembinaan dan pengawasan Bank Syariah dilakukan oleh Bank Indonesia dan Dewan Syariah Nasional.
(2) Bank Indonesia berperan melakukan pembinaan dan pengawasan pada Bank Syariah menyangkut aspek teknis perbankan syariah.
(3) Dewan Syariah Nasional berperan melakukan pembinaan dan pengawasan pada bank syariah menyangkut aspek syariah.

Pasal 25

(1) Bank Indonesia melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Bank Syariah dipimpin oleh Deputi Gubernur atau Pejabat Setingkat Deputi Gubenur Bank Indonesia.
(2) Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Bank Indonesia mengikuti ketentuan undang-undang yang berlaku.

Pasal 26

(1) Pengangkatan keanggotaan Dewan Syariah Nasional dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia.
(2) Anggota Dewan Syariah Nasional wajib memiliki kompetensi di bidang syariah.
(3) Tata cara pemilihan dan penunjukan keanggotaan Dewan Syariah nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dan ditetapkan oleh Majelis Ulama Indonesia.
(4) Dewan Syariah Nasional bertugas :
a. Menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan perbankan pada khususnya.
b. Mengeluarkan fatwa atas produk, jasa dan kegiatan perbankan syariah.
c. Mengawasi fatwa atas produk, jasa dan kegiatan perbankan syariah.
(5) Dewan Syariah Nasional berwenang :
a. Melakukan pemeriksaan dan pengawasan terhadap bank syariah melalui organ yang dibentuk, baik secara berkala atau setiap waktu apabila diperlukan.
b. Mengeluarkan fatwa yang mengikat Bank Syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait.
c. Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti Departemen Keuangan dan Bank Indonesia.
d. Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah, termasuk otoritas moneter/lembaga keuangan dalam maupun luar negeri.
e. Memberikan peringatan kepada Bank Syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional.
f. Mengusulkan kepada Bank Indonesia untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan.
(6) Pelaksanaan atas pembinaan dan pengawasan oleh Dewan Syariah Nasional dibiayai oleh Negara.

Pasal 27

(1) Bank Syariah wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia dan Dewan Syariah Nasional, segala keterangan, dan penjelasan mengenai usahanya menurut tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan/atau Dewan Syariah Nasional.
(2) Bank Syariah atas permintaan Bank Indonesia dan Dewan Syariah Nasional, wajib memberikan kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas yang ada padanya, serta wajib memberikan bantuan yang diperlukan dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala keterangan, dokumen dan penjelasan yang dilaporkan oleh Bank Syariah yang bersangkutan.
(3) Keterangan tentang Bank Syariah yang diperoleh berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak diumumkan dan bersifat rahasia.









BAB VI
DEWAN KOMISARIS, DIREKSI DAN TENAGA ASING

Pasal 28

(1) Pengangkatan keanggotaan dewan komisaris dan direksi pada Bank Syariah, wajib melalui uji kelayakan dan kepatutan yang dilakukan oleh Bank Indonesia bersama Dewan Syariah Nasional.
(2) Perubahan keanggotaan dewan komisaris dan direksi Bank Syariah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia.
(3) Uji kelayakan dan kepatutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikecualikan bagi Dewan Komisaris Bank Konvensional yang memiliki Direktorat Usaha Syariah.
(4) Dalam menjalankan kegiatannya, Bank Syariah dapat menggunakan tenaga asing.
(5) Bagi tenaga asing di level manajemen Bank Syariah, wajib melalui uji kelayakan dan kepatutan yang dilakukan oleh Bank Indonesia bersama Dewan Syariah Nasional
(6) Persyaratan mengenai penggunaan tenaga asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) ditetapkan dengan peraturan pemerintah


BAB VII
RAHASIA BANK

Pasal 29

(1) Bank Syariah wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penitip dan/atau nasabah investor beserta titipannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, dan Pasal 34.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi pihak terafiliasi.

Pasal 30

(1) Untuk kepentingan perpajakan, pimpinan Bank Indonesia atas permintaan menteri keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada Bank Syariah agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penitip dan/atau nasabah investor tertentu kepada pejabat pajak.
(2) Perintah tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus menyebutkan nama pejabat pajak dan nama nasabah wajib pajak yang dikehendaki keterangannya.

Pasal 31

(1) Untuk penyelesaian piutang Bank Syariah yang sudah diserahkan kepada badan urusan piutang dan lelang negara/panitia urusan piutang negara, pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat badan urusan piutang dan lelang negara/panitia urusan piutang negara untuk memperoleh keterangan dari Bank Syariah mengenai titipan nasabah pembiayaan.
(2) Izin sebagaimana dimaksud dalam dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas permintaan dari kepala badan urusan piutang dan lelang negara/panitia urusan piutang negara.
(3) Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan pejabat badan urusan piutang dan lelang negara/panitia urusan piutang negara, nama nasabah pembiayaan yang bersangkutan dan alasan diperlukannya keterangan.



Pasal 32

(1) Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan dari Bank Syariah mengenai titipan tersangka atau terdakwa pada bank.
(2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari kepala kepolisian Republik Indonesia, jaksa agung, atau ketua mahkamah agung.
(3) Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan polisi, jaksa, atau hakim, nama tersangka atau terdakwa, alasan diperlukannya keterangan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan.

Pasal 33

Bank Syariah wajib memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 32.


Pasal 34

(1) Dalam rangka tukar menukar informasi antar bank, direksi Bank Syariah dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain.
(2) Ketentuan mengenai tukar menukar informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia.


Pasal 35

(1) Atas permintaan, persetujuan atau kuasa nasabah penitip dan/atau nasabah investor yang dibuat secara tertulis, Bank Syariah wajib memberikan keterangan mengenai titipan nasabah penitip pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh nasabah penitip dan/atau investor tersebut.
(2) Dalam hal nasabah penitip dan/atau nasabah investor telah meninggal dunia, ahli waris yang sah dari nasabah penitip dan/atau nasabah investor yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai titipan nasabah penitip dan/atau nasabah investor tersebut.

Pasal 36

Pihak yang merasa dirugikan oleh keterangan yang diberikan oleh Bank Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, dan Pasal 34 berhak untuk mengetahui isi keterangan tersebut dan meminta pembetulan jika terdapat kesalahan dalam keterangan yang diberikan.


BAB VIII
KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 37

(1) Barangsiapa yang mendirikan Bank Syariah tanpa izin usaha dari pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah) dan paling banyak Rp 200.000.000.000,- (dua ratus milyar rupiah).
(2) Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas, perserikatan, yayasan atau koperasi, maka penuntutan terhadap badan-badan dimaksud dilakukan baik terhadap mereka yang memberi perintah melakukan perbuatan itu atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan itu atau terhadap kedua-duanya.


Pasal 38

(1) Barangsiapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 32, dengan sengaja memaksa Bank Syariah atau pihak terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah) dan paling banyak Rp 200.000.000,- (dua ratus milyar rupiah).
(2) Anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank atau pihak terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 29 diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 4.000.000.000,- (empat milyar rupiah) dan paling banyak Rp 8.000.000.000,- (delapan milyar rupiah).

Pasal 39

Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurang 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 4.000.000.000,- (empat milyar rupiah) dan paling banyak Rp 15.000.000.000 (lima belas milyar rupiah).

Pasal 40

(1) Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2) diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 4.000.000.000,- (empat milyar rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000.000,- (seratus milyar rupiah).
(2) Anggota dewan komisaris, direksi atau pegawai Bank Syariah yang lalai memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana kurungan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda sekurang-kurangnya Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) dan paling banyak Rp 2 (dua milyar rupiah).

Pasal 41

(1) Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja :
a. Membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank;
b. Menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank;
c. Mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu Bank Syariah, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut, diancam dengan pidanan penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah) dan paling banyak Rp 200.000.000.000,- (dua ratus milyar rupiah).
(2) Anggota dewan komisaris, direksi atau pegawai Bank Syariah yang dengan sengaja :
a. Meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk menerima suatu imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uang atau barang berharga, untuk keuntungan pribadinya atau untuk keuntungan keluarganya, dalam rangka mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang lain dalam memperoleh uang muka, bank garansi, atau fasilitas pembiayaan dari Bank Syariah, atau dalam rangka pembelian atau pendiskontoan oleh Bank Syariah atas surat-surat wesel, surat promes, cek dan kertas dagang atau bukti kewajiban lainnya, ataupun dalam rangka memberikan persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan penarikan dana melebihi batas pembiayaannya pada Bank Syariah.
b. Tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan Bank Syariah terhadap ketentuan dalam undang-undang ini ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta sekurangnya Rp 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000.000,- (seratus milyar rupiah)

Pasal 42

Pihak terafiliasi yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan Bank Syariah terhadap ketentuan dalam undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi Bank Syariah, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000.000,- (seratus milyar rupiah).

Pasal 43

Pemegang saham yang dengan sengaja menyuruh dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan yang mengakibatkan Bank Syariah tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan Bank Syariah terhadap ketentuan dalam undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi Bank Syariah, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 7 (tujuh) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah) dan paling banyak Rp 200.000.000.000,- (dua ratus milyar rupiah).

Pasal 44

(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40 ayat (1), Pasal 41, Pasal 42, dan Pasal 43 adalah kejahatan.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 ayat (2) adalah pelanggaran.

Pasal 45

(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40, Pasal 41, dan Pasal 43, Bank Indonesia dapat menetapkan sanksi administratif kepada pihak terafiliasi yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang ini atau menyampaikan pertimbangan kepada instansi yang berwenang untuk mencabut izin yang bersangkutan.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), antara lain adalah:
a. denda uang;
b. teguran tertulis;
c. penurunan tingkat ksehatan bank;
d. laraan untuk turut serta dalam kegiatan kliring;
e. pembekuan kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor cabang tertentu maupun untuk bank secara keseluruhan;
f. pemberhentian pengurus bank dan selanjutnya menunjuk dan mengangkat pengganti sementara sampai Rapat Umum Pemegang Saham atau Rapat Anggota Koperasi mengangkat pengganti yang tetap dengan persetujuan Bank Indonesia
g. pencantuman anggota pengurus, pegawai bank, pemegang saham dalam daftar orang tercela di bidang perbankan.
(3) Pelaksanaan lebih lanjut mengenai sanksi administratif ditetapkan oleh Bank Indonesia.


BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 46

Bank Syariah yang telah memiliki izin usaha pada saat undang-undang ini mulai berlaku, dinyatakan telah memperoleh izin usaha berdasarkan undang-undang ini.

Pasal 47

(1) Bank umum dan bank perkreditan rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan unit usaha syariah pada bank konvensional tetap dapat melaksanakan kegiatan usahanya sebelum menyesuaikan dengan ketentuan dalam undang-undang ini.
(2) Bank umum dan bank perkreditan rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan unit usaha syariah pada bank konvensional wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam undang-undang ini selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak mulai berlakunya undang-undang ini.

Pasal 48

Peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan sebelum berlakunya undang-undang ini sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan dicabut, diganti, atau diperbaharui.


BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 49

Dengan berlakunya undang-undang ini maka :
Ketentuan yang terkait dengan bank umum dan bank perkreditan rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 dicabut dengan undang-undang ini.


Undang-undang ini berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.





Disahkan Di Jakarta
Pada Tanggal __, __________, 200__
Presiden Republik Indonesia
Ttd

Diundangkan Di Jakarta
Pada Tanggal __, ___________, 200__
Menteri Sekretaris Negara
Ttd



Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 200__
Nomor ____