Rabu, 05 November 2008

Bagi Hasil Naik

Distribusi bagi hasil perbankan syariah untuk investor tidak terikat per Juli lalu mengalami peningkatan sebesar 17,39 persen menjadi Rp 980,92 miliar dibandingkan periode sama tahun lalu Rp 835,595 miliar. Persentase peningkatan itu lebih rendah dibandingkan persentase peningkatan pendapatan operasional bank syariah per Juli lalu sebesar 21,01 persen menjadi Rp 3,047 triliun dari periode sama tahun lalu Rp 2,518 triliun. Salah satu penerima distribusi bagi hasil bagi investor tidak terikat adalah nasabah simpanan.

Data publikasi Bank Indonesia (BI) per Juli lalu menyebutkan sebagian besar indikator utama perbankan syariah mengalami kenaikan 40 persen lebih. Hingga Juli lalu, pembiayaan bank syariah tercatat meningkat signifikan sekitar 49 persen menjadi Rp 35,19 triliun dari periode sama tahun lalu Rp 23,687 triliun. Sedangkan, penghimpunan dana pihak ketiga Juli lalu tercatat meningkat sekitar 42 persen menjadi Rp 32,898 triliun dari Rp 23,232 triliun per Juli tahun lalu. Sementara, aset bank syariah per Juli lalu meningkat sekitar 45 persen menjadi Rp 43,479 triliun dari Rp 29,9 triliun per Juli 2007.

Dari total bagi hasil bank syariah untuk investor tidak terikat per Juli lalu, sebanyak Rp 955,433 miliar disalurkan bagi pihak ketiga bukan bank. Pihak dimaksud adalah nasabah giro, tabungan, dan deposito bank syariah. Sedangkan, sebanyak 25,487 miliar disalurkan bagi bank-bank lain.

Menurut Direktur Utama MC Consulting, Wahyu Dwi Agung, seharusnya peningkatan bagi hasil untuk investor tidak terikat mendekati peningkatan pendapatan operasional. Hal itu karena peningkatan pendapatan operasional biasanya mempengaruhi jumlah bagi hasil yang didistribusikan bagi nasabah. ''Kalau bisa setara atau mendekati antara peningkatan bagi hasil yang dibagikan ke nasabah dan peningkatan pendapatan pendapatan operasional,'' katanya kepada Republika, Selasa, (2/8).

Namun, bila dikaji secara mendalam, lebih rendahnya peningkatan distribusi bagi hasil dibandingkan peningkatan pendapatan operasional bisa dipahami. Hal itu karena terjadi pergeseran komposisi simpanan dana dari deposito ke tabungan. Tabungan termasuk instrumen simpanan dana murah karena memiliki return lebih rendah dibandingkan deposito. ''Saya kira penyebabnya adalah terjadinya pergeseran dari dana deposito ke tabungan,'' kata Wahyu.

Menurut Wahyu, pergeseran dana dari deposito ke tabungan merupakan salah satu strategi efisiensi bank syariah dalam menekan beban dana bagi hasil. Hal itu karena dengan banyaknya dana masyarakat yang disimpan di tabungan, maka bank syariah tidak harus membayar bagi hasil setinggi bagi hasil deposito.

Dari total DPK bank syariah per Juli lalu, tabungan mudarabah mengkomposisi sebesar Rp 11,072 triliun atau 33,66 persen. Sedangkan, dari total DPK per Juli tahun lalu, tabungan serupa hanya mengkomposisi sekitar Rp 7,525 triliun atau 32,39 persen. Sementara, porsi deposito bank syariah per Juli lalu mengalami penurunan tipis menjadi 52,48 persen dari 53,28 persen. ''Meski penurunan porsi deposito dan kenaikan tabungan cukup kecil, ini tetap menjadi penyebab lebih rendahnya peningkatan bagi hasil dibandingkan pendapatan operasional,'' kata Wahyu.

Lebaran

Pemimpin Divisi Syariah Bank Jabar, Rukmana membenarkan terjadinya pergeseran dana masyarakat yang disimpan di bank syariah. Pergeseran itu terjadi dari deposito ke tabungan dan giro. Penyebab utamanya adalah karena masyarakat akan menghadapi hari raya Idul Fitri bulan depan. ''Jadi yang biasanya menaruh di deposito, mereka pindahkan ke tabungan agar mudah diakses,'' katanya.

Sementara itu, data publikasi BI menyebutkan, meski pembiayaan bank syariah mengalami peningkatan signifikan di level 49 persen per Juli lalu, hal ini tidak memicu peningkatan rasio pembiayaan bermasalah (non performing financing, NPF). Hingga Juli lalu, NPF bank syariah tercatat menurun menjadi 4,17 persen dibandingkan periode sama tahun lalu 6,58 persen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar